Minggu, 20 Maret 2011

makalah tentang sejarah logika

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tak lain karena ia memiliki akal untuk berfikir. Akal merupakan suatu sarana super canggih, dikaruniai Tuhan kepada manusia, tidak kepada makhluk lainnya. Dengan akal manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya menjadi makhluk unik yang senantiasa terdorong untuk berfikir sepanjang hayatnya sesuai dengan kemampuan befikir yang dimilikinya.
Ketika manusia itu masih diberi kehidupan, dan hidup dalam keadaan normal, selama itu pula aktivitas berfikir tidak akan terlepas darinya. Manusia termasuk anda selalu berambisi untuk mencari kebenaran dengan jalan berpikir. Pada saat itulah ilmu logika berperan penting dalam mencari suatu kebenaran.
Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah (diambil dari definisi Irving M. Copi). Sedangkan Poespoprojo menuliskannya sebagai ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat ( the science and art of correct thinking ). Olson tidak membahas mengenai logika dan ilmu menalar sama sekali.
Secara harfiah Logika berasal dari kata ‘Logos’ dalam bahasa Latin yang berarti perkataan atau sabda. Dalam bahasa Arab dikenal dengan kata ‘Mantiq’ yang artinya berucap atau berkata.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Logika ?
2. Sejarah Munculnya Logika ?
3. Objek Kajian Logika ?
4. Manfaat Logika ?



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika
Kata logika menurut kamus berarti cabang ilmu pengetahuan yang mengamati tentang prinsip-prinsip pemikiran deduktif dan induktif. Kata logika menurut istilahnya berarti suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Maka untuk memahami apakah logika itu haruslah mempunyai pengertian yang jelas tentang penalaran, penalaran adalah suatu bentuk pemikirann yang meliputi tiga unsur, yaitu konsep pernyataan dan penalaran.

Logika adalah bahasa Latin berasala dari kata “logos” yang berarti perkataan atau sabda. Istilah lain digunakan sebagai gantinya adalah “mantiq”, kata Arab yang diambil dari kata kerja “nathaqa” yang berarati berkata atau berucap. Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan serupa: ‘alasannya tidak logis’, ‘argumentasi logis’, ‘kabar itu tidak logis’. Yang dimaksud dengan logis adalah masuk akal, dan tidak logis adalah sebaliknya.
Dalam keterangan lain disebutkan bahwa perkataan logika adalah berasal dari kata sifat “logike” (bahasa Yunani) yang berhubungan dengan kata benda logos, yang artinya pikiran atau kata sebagai pernyataan dari pikiran itu. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara pikiran dan kata yang merupakan pernyataannya dalam bahasa. Jadi logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.
B. Sejarah Logika
Orang yang pertama kali menggunakan kata logika adalah Zeno dari Citium. Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum muslimin pada abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian dalam perkembangan kebudayaan Islam. Namun juga mendapat reaksi yang berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari logika, Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya. Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi.
Selanjutnya logika mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Pada masa itu digunakan buku-buku logika seperti Isagoge dari Porphirius, Fonts Scientie dari John Damascenus, buku-buku komentar logika dari Bothius, dan sistematika logika dari Thomas Aquinas. Semua berangkat dan mengembangkan logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang sangat berbeda dengan logika Aristoteles yang kemudian kita kenal sebagai logika modern. Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran – kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang mengembangkan aljabar Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan Logika Modern.
Poespoprojo tidak membahas asal-usul dan sejarah logika, begitu juga Olson. Posepoprojo membahas langsung pokok-pokok masalah dalam logika itu sendiri, sedangkan Olson tidak menyinggung sejarah logika sama sekali.
C. Sejarah munculnya ilmu logika

Nama logika pertama kali muncul pada Filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum Masehi) tetapi dalam arti “seni berdebat”. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.

Yunani adalah negeri asal ilmu mantiq atau logika karena banyak penduduknya yang mendapat karunia otak cerdas. Negeri Yunani, terutama Athena diakui menjadi sumber berbagai ilmu. Socrates, Plato, Aristoteles dan banyak yang lainnya adalah tokoh-tokoh ilmiah kelas super dunia yang tidak ada ilmuwan nasional dan internasional tidak mengenalnya sampai sekarang dan akan datang. Tetapi, khusus untuk logika atau ilmu mantiq Aristoteleslah yang menjadi guru utamanya.

Akan tetapi, meski Aristoteles terkenal sebagai “Bapak Logika”, itu tidak berarti bahwa sebelum dia tidak ada logika. Segala orang ilmiah dan ahli filosofi sebelum Aristoteles menggunakan logika sebaik-baiknya. Dalam literatur lain, disebutkan bahwa Aristoteleslah orang yang pertama kali meletakkan ilmu logika, yang sebelumnya memang tidak pernah ada ilmu tentang logika tersebut. Maka tak heran jika ia dijuluki sebagai “Muallim Awwal” (Guru pertama). Bahkan Filosof Besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat mundur.

Sepintas, ada beragam pendapat tentang siapa peletak pertama ilmu logika ini. Akan tetapi jika ditelisik lebih mendalam, maka akan tampak suatu benang merah bahwa sebelum Aristoteles memang ada logika, akan tetapi ilmu logika sebagai ilmu yang sistematis dan tersusun resmi baru muncul sejak Aristoteles, dan memang dialah yang pertama akali membentangkan cara berfikir yang teratur dalam suatu sistem.
Kecerdasan penduduk Yunani itulah barangkali yang telah menyebabkan antara lain, lahirnya kelompok Safshathah. Kelompk ini dengan ketangkasan debat yang mereka miliki menghujat dan malah merusak sistem sosial, agama dan moral dengan cara mengungkap pernyataan-pernyataan yang kelihatannya sebagai benar, tetapi membuat penyesatan-penyesatan pemikiran nilai dan moral.

Di antara pernyataan-pernyataan mereka adalah:
Kebaikan adalah apa yang Anda pandang baik
Keburukan adalah apa yang anda pandang buruk
Apa yang diyakini benar oleh seseorang, itulah yang benar buat dia
Apa yang diyakini salah oleh seseorang, itulah yang salah buat dia

Aristoteles (384 –322 SM.) berusaha mengalahkan mereka secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang brilian. Pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan murid-muridnya. Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya sehingga logika dipelajari di setiap perguruan. Plato (427-347 SM.), Murid Socrates hanya menambahnya sedikit. Immanuel Kant (1724-1804 M) pemikir terbesar bangsa Jerman menyatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles itu tidak bisa ditambah lagi walau sedikit karena sudah cukup sempurna.

Logika formal merupakan hasil ciptaan Aristoteles yang dirintis oleh retorika kaum Shofis dan dialektika yang umum digunakan untuk menimbang-nimbang pada masa hidup Plato. Inti pokok logika Aristoteles ialah ajarannya mengenai penalaran dan pembuktian. Baginya, penalaran pertama-tama merupakan silogisme yang di dalamnya berdasar dua buah tanggapan orang menyimpulkan tanggapan ketiga. Untuk dapat secara lurus melakukan penyimpulan ini perlu diketahui mengenai hakikat tanggapan, ada tanggapan singular dan tanggapan particular.

Akan tetapi Konsili Nicae (325 M), menyatakan menutup pusat-pusat pelajaran filsafat Grik di Athena, Antiokia dan Roma. Pelajar logika juga dilarang kecuali bab-bab tertentu saja yang dipandang tidak merusak akidah kristiani. Hal ini merupakan pukulan mematikan bagi filsafat Yunani dan sekaligus logika. Sejak masa itu sampai hampir seribu tahun lamanya alam pemikiran di Barat menjadi padam, sehingga dikenal dengan zaman Drak Ages (zaman gelap).

Pada abad ke-7 Masehi berkembanglah agama islam di jazirah Arab dan pada abad ke-8, agama ini telah dipeluk secara meluas ke Barat sampai perbatasan Perancis sampai Thian Shan. Dizaman kekuasaan khalifah Abbasiyyah sedemikian banyaknya karya-karya ilmiah Yunani dan lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa, sehingga ada suatu masa dalam sejarah islam yang dijuluki dengan Abad Terjemahan. Logika karya Aristoteles juga diterjemahkan dan diberi nama Ilmu Mantiq.

Di antara ulama dan cendikiawan muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu Mantiq adalah Abdullah bin Muqaffa’, ya’kub Ishaq Al-Kindi, Abu Nasr Al-farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Gahzali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi dan banyak lagi yang lain. Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya malah dijuluki dengan Guru Kedua Logika.

Kemudian menyusullah zaman kemunduran dibidang mantiq atau logika karena dianggap terlalu memuja akal. Di antara ulama-ulama besar islam seperti Muhyiddin An-Nawawi, Ibnu Shalah, Taqiyuddin ibnu Taimiyah, Syadzuddin at-Taftsajani malah mengharamkan mempelajari ilmu mantiq. Namun komunitas ulama dan cendikiawan Muslim membolehkan bahkan menganjurkan untuk mempelajarinya sebagai penyempurna dalam menginterpretasikan hadits dan al-Qur’an.
D. Objek Kajian Logika

karena yang berfikir itu manusia maka harus dikatakan bahwa lapangan penyelidikan logika ialah manusia itu sendiri. Tetapi manusia ini disoroti dari sudut tertentu, yakni budinya. Begitu pula berfikir adalah obyek material logika. Berfikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berfikir manusia mengolah, mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dengan mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.

Jika dilihat dari obyeknya, dikenal sebagai logika formal (Manthiq As-Shuari) dan logika material (al-Manthiq al-maddi). Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yang berbeda secara radikal, yakni cara berfikir dari umum ke khusus dan cara berfikir dari khusus ke umum. Cara pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam logika formal yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-patokan berfikir benar. Cara berfikir induktif dipergunakan dalam logika material, yakni menilai hasil pekerjaan logika formal dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris. Logika formal disebut juga logika minor. Logika material disebut logika mayor.


E. PEMBAGIAN LOGIKA

Sistematisasi logika dapat diklsaifikasikan menjadi beberapa bagian, tergantung dari mana kita meninjaunya.

Pertama, dari segi obyeknya. Pada bagian ini logika dapat dibedakan menjadi dua, (1) logika formal atau mantiq as-shuwari, (2) logika material atau mantiq al-maddi. Hal ini sudah dijelaskan pada sub “Obyek Logika”.

Kedua, dari segi kualitasnya. Disini Mantiq/logika dapat dibedakan menjadi Naturalis (Mantiq al-Fithri), yaitu kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan manusia. Akal manusia yang normal dapat berjalan dan bekerja secara spontan sesuai hokum-hukum logika dasar. Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang ia dapat membedakan bahwa sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain, dan bahwa dua kenyataan yang bertentangan adalah tidak sama.

Tetapi dalam mengahadapi permasalahan yang rumit dan dalam berfikir, manusia banyak dipengaruhi oleh kecendrungan pribadi disamping bahwa pengetahuan manusia sangat terbatas mengakibatkan tidak mungkin terhindar dari kesalahan. Nah, untuk mengatsai kenyataan yang tidak bisa ditanggulangi oleh Mnatiq al-Fitri, manusia menyusun hokum-hukum patokan-patokan , rumus-rumus berfikir lurus. Logika inilah yang disebut dengan Logika Artifisialis atau Logika Ilmiah (Mantiq As-Suri) yang bertugas membantu Mantiq Al-Fitri. Mantiq ini memperhalus, mempertajam, serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti,, efisien, mudah dan aman.
Ketiga, dari segi metodenya, mantiq/logika dapat dibedakan atas Logika Tradisional (Mantiq al-Qadim) dan Logika Modern (Mantiq al-Hadits). Logika tradisional adalah logika Aristoteles, dan logika para Logikus yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti system Logika Aristoteles. Sedangkan Logika Modern tumbuh dan berkembang mulai pada abad XIII. Mulai abad ini ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan sisitem Logika Aristoeteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus Lullus menemukan metode baru logika yang disebut Ars magna.

Adapun Logika menurut The Liang Gie (1980) terbagi menjadi lima bagian:
1.Logika makna luas dan logika makna sempit
Dalam arti sempit istilah tersebut dipakai searti dengan deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti yang lebih luas pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan di susun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

2.Logika Deduktif dan Induktif
Logika deduktif adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas pelajaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.

3.Logika Formal dan Material
Logika formal adalah mempelajari asas aturan atau hukum-hukum berfikir yang harus ditaati agar orang dapat berfikir dengan benar mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu. Dan sekarang, logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah cara berfikir untuk mencapai kebenaran.

4.Logika Murni dan Terapan
Logika murni adalah merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam suatu cabang ilmu dari sitilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud. Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.

5.Logika Falsafati dan Matematik
Logika falsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan sangat erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

F. Manfaat Logika (ilmu mantiq)

Di antara manfaat ilmu mantiq atau logika ialah:
 membuat daya fikir akal tidak saja menjadi lebih tajam tetapi juga lebih menjadi berkembang melalui latihan-latihan berfikir dan menganalisis serta mengungkap permasalahan secara ilmiah.

 membuat seseorang menjadi mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengerjakan sesuatu pada waktunya.

 membuat seseorang mampu membedakan--- ini merupakan manfaat yang paling asasi ilmu mantiq atau logika ---antara pikir yang benar dan oleh karenanya akan menghasilkan kesimpulan yang benar dan urut pikir yang salah yang dengan sendirinya akan menampilkan kesimpulan yang salah.

• Arti Ilmu
Mundiri menjelaskan bahwa Ilmu harus dibedakan dari pengetahuan. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang datang sebagai hasil dari aktivitas mengetahui yaitu tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya, sedangkan ilmu menghendaki lebih jauh dari itu.
Poespoprojo merumuskan dengan sederhana bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang merupakan satu kesatuan yang tersusun secara sistematis, serta memberikan penjelasan yang dipertanggung jawabkan dengan menunjukkan sebab-sebabnya. Olson tidak menerangkan apapun tentang definisi ilmu. Mundiri dan Poespoprojo membahas masalah logika sebagai ilmu.
• Pikiran
Mundiri menjelaskan bahwa pikiran merupakan perkataan dan logika merupakan patokan, hukum atau rumus berpikir. Logika bertujuan untuk menilai dan menyaring pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta mendapatkan kebenaran terlepas dari segala kepentingan dan keinginan seseorang.
Poespoprojo menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari aktivitas berpikir yang menyelidiki pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman sesitivo-rasional, fakta, objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami. Logika bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu penalaran/pemikiran/penyimpulan tentang suatu hal.
Olson tidak menerangkan definisi pemikiran dalam konteks logika namun menjelaskan pikiran dalam konteks kreativitas. Pembahasannya ditekankan pada bahasan mengenai pemecahan masalah dengan menempuh ‘jalan’ yang tidak biasa.
G. Kesalahan Berfikir dan Kreativitas
Mundiri menyatakan dalam bukunya bahwa terdapat beberapa kesalahan berpikir antara lain :
1. Kesalahan Formal karena :
1. menggunakan empat term dalam silogisme
2. kedua term penengah tidak mencakup proses yang tidak benar
3. menyimpulkan dari dua premis negatif
4. mengakui akibat kemudian membenarkan pula sebabnya
5. menolak sebab dan menyimpulkan bahwa akibat tidak terlaksana
6. bentuk disyungtif yang mengingkari alternatif pertama kemudian mengakui alternatif lain
7. tidak runtutnya peryataan satu dengan yang diakui sebelumnya
2. Kesalahan Informal yang disebabkan oleh :
1. Membuat generalisasi yang terburu-buru
2. memaksakan praduga
3. mengundang permasalahan
4. menggunakan argumen yang berputar
5. berganti dasar
6. mendasarkan pada otoritas
7. mendasarkan diri pada kekuasaan
8. menyerang pribadi
9. kurang tahu permasalahan
10. pertanyaan yang rumit
11. alasan yang terlalu sederhana
12. menetapkan sifat yang bukan suatu keharusan
13. argumen yang tidak relevan
14. salah mengambil analogi
15. mengundang belas kasihan
3. Kesalahan karena penggunaan bahasa yang disebabkan oleh
1. komposisi
2. kekeliruan dalam pembagian
3. kekeliruan karena tekanan
4. kekeliruan karena amfiboli (kalimat yang dapat ditafsirkan berbeda-beda)
5. kekeliruan karena menggunakan kata dalam beberapa arti
Permasalahan tersebut merupakan hal-hal yang biasa terjadi pada setiap orang sehingga orang tersebut dapat mengambil pemecahan masalah yang keliru dan jauh dari logika. Dengan demikian kesalahan-kesalahan berpikir tersebut merupakan kesalahan sistematika berpikir.
Hal yang senada diungkapkan oleh Poespoprojo bahwa kesalahan logis, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan fallacy, bukanlah kesalahan dalam fakta. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat disebutkan antara lain :
1. Generalisasi yang tergesa-gesa
Kesalahan logis ini sekedar akibat dari induksi yang salah karena berdasar pada sampling hal-hal khusus yang tidak cukup atau karena tidak memakai batasan.
2. Non Sequitur (belum tentu)
Kesalahan ini merupakan kesalahan yang terjadi karena premis yang salah dipakai. Non Sequitur merupakan loncatan sembarangan dari suatu premis ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis tadi. Hubungan premis dan kesimpulan hanya semu, hubungan yang sesungguhnya tidak ada.
3. Analogi Palsu
Analogi palsu adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat suatu idea atau gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan idea atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan idea atau gagasan yang pertama tadi.
4. Penalaran Melingkar
Penalaran melingkar adalah kesalahan logis dari karena si penalar meletakkan kesimpulannya ke dalam premisnya, dan kemudian memakai premis itu untuk membuktikan kesimpulannya. Jadi kesimpulan dan premisnya sama.
5. Deduksi Cacat
Penggunaan premis yang cacat sangat sering terjadi hingga seyogyanya di dalam penalaran atau diskusi yang serius kita berhenti sejenak dan mempertanyakan premis-premis yang kita pakai.
6. Pikiran Simplistis
Pikiran simplistis adalah kesalahan logis yang teradi karena si penalar terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu berseluk-beluk merupakan disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan, atau dirumuskan hanya ke dalam dua segi yaitu hitam-putih, atau dirumuskan sebgaia hanya menjadi dua pilihan ini atau itu.
7. Argumen ad Hominem
Kesalahan logis ini terjadi karena kita tidak memperhatikan masalah yang sesungguhnya dan menyerang orangnya, pribadinya.
8. Argumen ad Populum
Sasaran kesalahan logis ini adalah kelompok bukan masalahnya, mirip dengan kesalahan logis Argumen ad Hominem.
9. Kewibawaan Palsu
Kewibawaan terkadang dibutuhkan untuk memberi bobot pada penalaran kita. Kesalahan logis dari kewibawaan palsu adalah karena dipakainya kewibawaan bukan yang sesungguhnya.
10. Sesudahnya maka karenanya
Kesalahan logis ini terjadi karena salah interpretasi terhadap hubungan sebabakibat.
11. Tidak relevan
Kesalahan logis ini terjadi karena godaan pada seseorang untuk tetap memegang teguh pada pokok masalah sehingga menyeleweng dari pokok masalahnya.
Olson berpendapat lain mengenai kesalahan-kesalahan logis yang sering dijumpai. Orang yang sedang mencari solusi atas suatu permasalahan sering tidak mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebutnya dengan krisis kreativitas sehingga Ia menyebutkan hal-hal yang sering terjadi pada setiap orang sehingga menghambat potensinya untuk menjadi kreatif. Dengan kata lain Ia menyebutkan bahwa ada jalan pikiran lain yang bisa ditempuh oleh seseorang tanpa mengingkari logika berpikir.
Hal-hal yang menghambat kreativitas seseorang :
1. Kebiasaan
Cara-cara memandang objek berdasarkan kebiasaan dapat menemui berbagai hambatan yang disebut ‘functional fixation’. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa kita mempunyai beberapa kebiasaan mental dan untuk beberapa alasan tetap mempertahankannya.
2. Waktu
Kesibukan merupakan alasan untuk menjadi tidak kreatif. Tetapi sebenarnya banyak orang yang tidak mau menginvestasikan waktunya itu untuk menajamkan kreativitas mereka atau memanfaatkannya.
3. Dibanjiri masalah
Sebagian dari kita merasa bahwa kita berhadapan dengan begitu banyak masalah yang penting sehingga kita tidak mempunyai cukup waktu dan tenaga untuk mengatasi beberapa masalah secara kreatif.
4. Tidak ada masalah
Kita sering merasakan tidak ada masalah dan kesempatan, karena para ahli telah menemukan semua jawaban atau telah mengatakan bahwa hal tersebut tidak dapat dilaksanakan.
5. Takut Gagal
Kita dapat menghindari kegagalan dan kreativitas dengan berbagai cara : dengan menyesuaikan diri, tidak pernah mencoba sesuatu yang berbeda, meyakinkan diri bahwa kita hanya menggunakan gagasan yang telah terbukti berhasil dan berjalan pada lorong-lorong yang telah sirintis. Dengan demikian kita menghindari kegagalan-kegagalan kecil. Namun kita telah gagal sebagai manusia. Kita menjadi tumbuh secara tidak kreatif melebihi kebiasaan-kebiasaan lama dan naluri.
6. Kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang
Manusia tidak mau mengalami kesulitan karena tidak memiliki suatu jawaban langsung. Ketika suatu masalah dikemukakan, secara langsung kita memberikan sebuah pemecahan. Hanya jika pemecahan pertama tidak berhasil maka kita mencoba cara yang lain.
7. Kesulitan kegiatan mental yang diarahkan
Seringkali secara mental kita menyelipkan perasaan khawatir atau kekacau-balauan berpikir di dalam jangkauan kita. Dari keadaan serupa itu kadang-kadang timbul suatu pemikiran yang bernilai. Akan tetapi, karena dari mula kita memang tidak mencari suatu pemecahan atau jawaban bagi suatu masalah, maka tidak ada gagasan atau wawasan bagi suatu masalah, maka tidak ada gagasan atau wawasan yang muncul dari dalam pikiran kita. Kita seringkali dibingungkan oleh masalah seberapa jauh kita telah memikirkan atau mencemaskan suatu permasalahan serta bagaimana mengarahkan dan menghasilkannya.
8. Takut bersenang-senang
Kita dapat menjadi lebih kreatif dengan bersenang-senang. Akan tetapi banyak orang yang merasa bersalah bila mereka bersenang-senang. Manusia sering tidak sadar bahwa rileks, bergembira, dan bersantai-santai merupakan aspek-aspek yang penting dari proses pemecahan masalah secara kreatif.
9. Kritik orang lain
Secara tak sengaja kreativitas sering terhambat oleh kritik-kritik orang lain. Bila suatu gagasan baru diperkenalkan, gagasan tersebut sering dipatahkan dan diobrak-abrik. Seseorang dengan gagasannya ditertawakan dengan ungkapan-ungkapan sebagai berikut.
H. Menguji Gagasan Atau Penalaran
Mundiri mengajukan cara untuk menguji suatu gagasan atau pemikiran atau hipotesis dalam ukuran-ukuran :
1. Relevansi, pemikiran yang diajukan harus berusaha menerangkan fakta-fakta yang dihadapi. Oleh karena itu hipotesis harus relevan dengan fakta yang hendak dijelaskan.
2. Mampu untuk diuji, ini adalah ciri utama yang membedakan antara hipotesis ilmiah dan hipotesis non-ilmiah. Hipotesis harus memiliki kemampuan untuk diuji dengan fakta-fakta inderawi atau perhitungan logis.
3. Bersesuaian dengan hipotesa yang telah diterima sebagai pengetahuan yang benar.
4. Mempunyai daya ramal. Hipotesis yang baik tidak saja mendeskripsikan fakta fakta, tetapi interpretasi yang dibuatnya mampu menjelaskan fakta-fakta sejenis yang tidak diketahui atau belum diselidiki.
5. Sederhana.
Poespoprojo berpendapat bahwa tujuan pemikiran manusia adalah mencapai pengetahuan yang benar dan sedapat mungkin pasti. Tapi dalam kenyataannya hasil pemikiran maupun alasan-alasan yang diajukan belum tentu selalu benar.
Jadi ukuran dalam menentukan apakah suatu pemikiran atau penalaran adalah benar atau salah bukanlah rasa senang atau tidak senang, enak atau tidak enak, melainkan cocok atau tidak dengan fakta atau tidak.
Empat Pertanyaan
1. Apa yang hendak ditegaskan atau apa pokok pernyataan yang diajukan.
2. Bagaimana hal itu : Atas dasar orang sampai pada kesimpulan atau pertanyaan itu ?
3. Bagaimana jalan pikiran yang mengaitkan alasan-alasan yang diajukan dan kesimpulan yang ditarik? Bagaimana langkah-langkahnya ? Apakah kesimpulan itu sah ?
4. Apakah kesimpulan atau penjelasan itu benar ? Apakah pasti ? Atau hanya mungkin tidak benar ?
Skema
Untuk membantu untuk menguji atau menganalisis suatu pemikiran, maka berguna sekali menyusun jalan pikirannya dalam bentuk sebuah skema, sehingga tampak jelas mana yang merupakan kesimpulan, mana yang asalan, serta bagaimana orang tertentu menarik kesimpulan tertentu dari alasan-alasan.

Tiga Syarat Pokok
1. Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus benar
2. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat
3. Jalan pikiran harus logis atau lurus/sah.
Olson mempunyai caranya sendiri dalam menentukan gagasan yang terbaik.
Antara lain dengan :
1. Memadukan pikiran sadar dan bawah sadar, kita perlu tidak hanya menarik kesimpulan berdasarkan pikiransadar kita yang terbatas, tetapi juga berdasarkan pikiran bawah sadar kita yang luas.
2. Keunikan individu, untuk menjadi lebih kreatif kita harus mengakui keunikan kita dan memanfaatkannya dengan memilih gagasan-gagasan yang kita anggap bernilai bagi kita berdasarkan tujuan, kebutuhan, dan pengalaman yang unik.
3. Perasaan dan intuisi yang mendalam, intuisi kita sering tidak jelas dan tidak rasional malahan lebih merupakan pemikiran mental bawah sadar. Mungkin kondisi paling intern dari orang yang kreatif adalah sumber intern penilaian dan seleksi mereka.
4. Kriteria, kita gunakan untuk menentukan gagasan mana yang terbaik dan merupakan standar sadar yang kita gunakan untuk mengukur nilai gagasan-gagasan kita. Kriteria ini memperkenalkan suatu unsur yang sadar, sistematis, berhati-hati, yang memabntu mengorganisasi dan memfokuskan kemempuan penyeleksian sadar serta bawah sadar kita.
5. Memilih gagasan, untuk memilih gagasan yang terbaik kita menggunakan kriteria yang telah kita bina untuk membantu mengevaluasi gagasan pemecahan masalah kita. Kemudian kita menyingkrkan gagasan yang bukan bukan atau menggelikan dan gagasan sejenisnya.
BAB III
PENUTUP
Mundiri dan Poespoprojo menjelaskan tentang pikiran dan jalan pikiran dengan alur logika dan sistematika yang merupakan alur pikiran algoritmik sementara Olson menekankan pada pemecahan masalah lewat gagasan-gagasan yang diperoleh dengan jalan yang unik. Namun tetap berlandaskan pada sistematika dan logika. Hanya saja Olson menggunakan aspek-aspek di luar pembahasan logika dan ilmu menalar yang hampir bisa disebut dengan logika transendental.