Minggu, 26 Desember 2010

PELATIHAN PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN KONTEN JARDIKNAS Tingkat Nasional Tahun 2010

Modul 5 akan mengajak peserta pelatihan untuk memahami Strategi Pembelajaran Berbasis TIK. Setelah mengikuti pelatihan dengan menggunakan modul 5, diharapkan peserta pelatihan akan memahami tentang perbandingan model pembelajaran konvensional dan pembelajaran berbasis TIK, model pembelajaran berbasis TIK, langkah-langkah pengembangan pembelajaran berbasis TIK, serta kondisi prasarat untuk mengambangkan pembelajaran berbasis TIK.

Modul ini dirancang untuk disajikan dalam waktu 2 x 45 menit. Pada saat pelatihan, diupayakan semua peserta terlibat dalam membahas dan mendalami modul ini. Diskusi yang diselenggarakan bisa melalui eksplorasi pengalaman peserta, memberikan masukan, dan/atau menyajikan pengetahuan/teori/paktek dari berbagai sumber yang telah dimiliki peserta. Tutor lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Hargai setiap pendapat yang disampaikan peserta. Setiap sub topik yang dibahas, disimpulkan sehingga menjadi kesepakatan bersama.

KEGIATAN BELAJAR 1

PEMBELAJARAN YANG IDEAL
Berikut ini adalah beberapa kasus yang diangkat dari temuan di lapangan dalam proses pembelajaran di dalam kelas .

Kasus 1:
Seorang guru merenung. Dia merasa bahwa sudah segala daya, upaya, dan tenaga dikerahkan, tetapi siswanya masih belum nampak terlibat dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Guru sudah berapi-api mengajar, suara sudah sekeras mungkin dikeluarkan, tulisan di papan tulis pun selain sudah jelas juga besar. Dia merasa bahwa perjuangan tersebut sia-sia, karena beberapa siswa matanya lebih banyak melihat ke luar jendela kelas, siswa lain sibuk mengobrol dengan teman sebangkunya, yang lainnya nampak berulang-ulang melihat jam seperti ingin mempercepat berjalannya waktu. Secara umum, pembelajaran yang diselenggarakan guru tidak menarik bagi siswa.

Kasus 2:
Seorang siswa menyanggah teori yang baru saja disampaikan gurunya dalam pembelajaran dalam kelas. Guru dan siswa saling beradu argumentasi, kedua-duanya saling mempertahankan pemahaman yang mereka miliki. Masing-masing tidak dapat menjelaskan kebenaran dalam kekiniannya. Sampai dengan berakhirnya pembelajaran, tidak ada kesepakatan yang dapat diambil.

Kasus 3:
Sesaat akan dimulainya pembelajaran, siswa menampilkan mimik ketidaksabaran untuk segera mengikuti proses pembelajaran. Siswa menampilkan kesan seolah-olah menanti sebuah pertunjukkan spektakuler dari seseorang yang diidolakan. Kelas terasa hangat. Begitu pembelajaran dimulai, Guru tampil dengan senyum yang segar, mulai membuka pertunjukkan. Pada bagian pembukaan pembelajaran, Guru menyajikan stimulus yang dikemas sedimikian rupa sehingga memunculkan rangsangan response luar biasa pada diri siswa. Siswa aktif dan kreatif dalam mencari pengetahuan yang hanya diarahkan guru. Siswa seolah-olah yang memegang kendali pembelajaran. Siswa merasa bahwa dia sangat butuh dan ingin menuntaskan kepenasaran dari stimulus yang diberikan guru. Akibatnya, guru tidak perlu bersusah payah menghabiskan tenaga. Guru hanya mengarahkan, melayani pertanyaan, serta menjadi pemberi kemudahan bagi siswa (fasilitator). Pada saat terdengar bel tanda berakhirnya pembelajaran, terdengar suara siswa yang menyayangkan waktu terlalu cepat berlalu. Terasa aroma pembelajaran yang bermakna, dialogis, dinamis, serta bermuara pada pembelajaran yang menyenangkan.
Diskusikan antar peserta :
1. Apa pandangan peserta terhadap setiap kasus tersebut?
2. Manakah diantara kasus tersebut yang pernah dialami?
3. Kasus manakah yang paling ideal terjadi dalam pembelajaran?
4. Bagaimanakah upaya agar pembelajaran ideal tersebut dapat terjadi?

Diharapkan peserta tidak setuju dengan kasus 1 dan kasus 2, dengan pembelajaran yang satu arah, guru mendominasi pembelajaran, guru sebagai pusat pembelajaran, guru sebagai satu-satunya sumber ilmu, tidak ada media pedukung (hanya teori), siswa pasif, siswa bosan, pembelajaran tidak menyenangkan, pembelajaran tidak bermakna, hasil pembelajaran tidak membanggakan.

Diharapkan peserta setuju dan mengidam-idamkan kasus 3. Pembelajaran yang ideal. Guru tidak lagi mendominasi pembelajaran, siswa sebagai subjek pembelajaran, guru kreatif dan inovatif dalam merencanakan pembelajaran, pembeajaran berorientasi kepada kehidupan nyata tidak hanya kepada buku.

Jika dilihat dari perkembangan media yang digunakan dalam pembelajaran di dalam kelas, dapat diurutkan bahwa pembelajaran formal dimulai dari masa blackboard, whiteboard, keyboard, dan akhir-akhir ini telah banyak yang mengembangkan virtualboard. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan film (salah satu) yang dapat diunduh dari YouTube dengan judul MIT Sketching.

Dalam film tersebut Nampak seorang guru dapat mengajar dengan dinamika dan media yang mengarah kepada realistis. Guru menggambarkan objek dipapan tulis (whiteboard) tetapi objek yang digambarkan guru dapat dikendalikan (dihidupkan). Akibatnya, siswa tidak hanya mendapatkan cerita belaka tetapi dapat melihat secara nyata.

Cerita tentang perubahan media pembelajaran dari blackboard hingga virtualboard, dapat dipertegas dengan menampilkan video dari sebuah produsen handphone yang bercerita tentang dunia komunikasi digital yang semakin canggih. Seorang Ibu Guru menjelaskan materi di Jepang dengan menggunakan virtualboard, seorang siswi berkomunikasi dengan Ibunya menggunakan fasilitas ViCon dengan HandPhone.

Agar peserta lebih menyadari bahwa jika belum mulai menggunakan media sebagai alat bantu pembelajaran (sementara di dunia luar telah terjadi perkembangan digital yang semakin canggih), dapat pula disajikan film dari Microsoft tentang Surfacing Computer. Sebuah media computer yang tidak lagi menggunakan keyboard dan layar monitor, melainkan sebuah meja menjadi screentouch sekaligus monitor.

Pembelajaran tidak hanya diselenggarakan di dalam ruang kelas dan pada jam belajar formal. Tidak sedikit pula guru yang telah menyelenggarakan pembelajaran yang tidak hanya dibatasi ruang dan waktu (Modul 1). Sebelum atau setelah pembelajaran di dalam kelas diselenggarakan, guru telah/akan menugaskan kepada siswa untuk mencari berbagai sumber ilmu dengan berbagai cara/media sesuai dengan perkembangan teknologi digital.

Diskusikan antar peserta :
1. Seberapa pentingkah media pembelajaran dibutuhkan dalam menunjang pembelajaran?
2. Media seperti apakah yang paling ideal digunakan dalam pembelajaran?
3. Media apa yang dibutuhkan agar pembelajaran yang dilakukan siswa dapat berlangsung tanpa dibatasi ruang dan waktu?
4. Sesering apakah peserta menggunakan media pembelajaran berbasis TIK?
5. Pernahkan peserta menyelenggarakan pembelajaran tanpa dibatasi ruang dan waktu? Seperti apa yang sudah dilakukan peserta dalam menyelenggarakan pembelajaran yang tidak hanya diselenggarakan di dalam kelas saja?

Paltimer (1991) membandingkan pembelajaran kalkulus yang menggunakan computer dengan pembelajaran konvensional menujukkan bahwa hasil pembelajaran berbasis komputer lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Tetapi, tidak setiap pembelajaran harus diselenggarakan melalui pembelajaran berbasis TIK. Beberapa kegiatan pembelajaran masih harus diselenggarakan dengan pembelajaran konvensional.

Diskusikan perbandingan kekuatan (strength) antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran berbasis TIK:

Pembelajaran konvensional Pembelajaran berbasis TIK
- Murah - Bisa menvisualisasikan peristiwa yang
berbahaya, sulit di praktekkan
- Mudah dilaksanakan - Fleksibel (tdk terbatas ruang dan waktu)
- Interaksi antara guru dan siswa lebih cepat

Diskusikan perbandingan kelemahan (weaknesses) antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran berbasis TIK:

Pembelajaran konvensional Pembelajaran berbasis TIK
Kurang bisa mengakomodasi kecepatan belajar siswa Mahal dalam penyiapan infra struktur
Koneksititas jaringan

Peserta menuliskan di kertas karton yang sudah ditempel dan memuat table tersebut. Peserta berdiskusi, mana yang disetujui sebagai hal benar tentang kekuatan dan kelemahan perbedaan antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran berbasis TIK. Jika ada isian yang sama pengertiannya, dirangkumkan menjadi satu pernyataan.


Model Pembelajaran Berbasis TIK:
Teori belajar behaviorisme berpandangan bahwa proses pembelajaran terjadi sebagai hasil pengajaran yang disampaikan guru melalui atau dengan bantuan media (alat). Sedangkan teori belajar konstruktivisme berpandangan bahwa media digunakan sebagai sesuatu yang memberikan kemungkinan siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan. Kozma (1991) menyatakan bahwa media dapat dibedakan dari teknologi (mekanik, elektronik, bentk fisik), sistem simbolik (karakter alpha-numerik, objek, gambar, suara) serta sarana yang digunakan (radio, video, komputer, buku).

Peserta dibagi kertas yang berisi pertanyaan-perntanyaan di bawah ini. Peserta memberikan respon pada kertas yang dibagikan. Setelah selesai, peserta dapat membacakan respon masing-masing. Setelah selesai, seluruh peserta diajak untuk menarik kesimpulan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Diskusikan antar peserta:
1. Apa pengertian BELAJAR yang Anda ketahui?
2. Teori belajar apa yang pernah Anda ketahui dan pahami?
3. Sebutkan gaya belajar yang Anda ketahui.
4. Adakah hububungan antara kebutuhan media pembelajaran dengan proses pembelajaran dalam meningkatkan mutu hasil belajar?
5. Jika Anda mempunyai kemampuan dalam mengembangkan media pembelajaran berbasis komputer, aspek apa saja yang harus menjadi bahan pertimbangan (persyaratan) dalam pengembangan media pembelajaran yang baik?
6. Jelaskan model pembelajaran berbasis TIK yang Anda ketahui?
7. Pada saat Anda akan mengembangkan media pembelajaran, bagaimanakah urutan proses yang Anda tempuh dalam mengembangkan media pembelajaran hingga siap digunakan?

Kondisi Prasyarat
Banyak siswa merasa mudah memproses informasi yang berbentuk visual, sementara siswa lainnya merasa mudah bila ada suara, tetapi ada pula sebagian siswa yang merasa mudah apabila sumber informasi disajikan dalam bentuk teks (Anderson, 1981).

Pada dasarnya, pembelajaran diselenggarakan dengan harapan agar siswa mampu menangkap/menerima, memproses, menyimpan, serta mengeluarkan informasi yang telah diolahnya. Gardner (1983) mengemukakan bahwa kemampuan memproses informasi itu dalam bentuk tujuh kecerdasan, yaitu (1) logis-matematis, (2) spasial, (3) linguistik, (4) kinestetik-keperagaan, (5) musik, (6) interpersonal, dan (7) intrapersonal. Media yang dapat mengakomodir persyaratan-persyaratan tersebut adalah komputer. Komputer mampu menyajikan informasi yang dapat berbentuk video, audio, teks, grafik dan animasi (simulasi).

Disisi lain, guru memerlukan kemampuan khusus dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK. Selain kemampuan, perlu pula disiapkan perangkat pendukung kegiatan pembelajaran berbasis TIK.

Diskusikan antar peserta :
Dipandang dari berbagai sisi, prasyarat apa saja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pembelajaran berbasis TIK?

Diharapkan akan diperoleh kesepakatan tentang :
1. SDM (guru)
2. Perangkat (hardware/software/Silabus/RPP)
3. Kebijakan yang mendukung terselenggaranya kegiatan pembelajaran berbasis TIK

KEGIATAN BELAJAR 2

1. Eksplorasi pengalaman peserta yang telah menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK
2. Diskusi identifikasi berbagai strategi pembelajaran berbasis TIK
3. Pemodelan strategi pembelajaran berbasis TIK
4. Merancang strategi pembelajaran berbasis TIK

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan strategi Pembelajaran berbasis TIK
1. SDM
2. Infrastruktur
3. Kebijakan

Strategi pembelajaran meliputi :
• Tahap Persiapan ( Analisis kurikulum, Analisis kebutuhan, Desain )
• Tahap Pembelajaran ( Klasikal, Kelompok. Individual)
• Tahap Evaluasi

Diharapkan tersusun beberapa strategi pembelajaran berbasis TIK yang disesuaikan dengan kondisi sekolah


PENUTUP
Komputer sebagai sarana interaktif dapat digunakan sebagai alternative bentuk pembelajaran terprogram (Programmed Instruction) yang dilandasi hukum akibat (Law of Effect). Dalam hukum akibat, asumsi yang diyakini adalah tingkah laku yang didasari rasa senang akan merangsang untuk dilakukan serta dikerjakan secara berulang-ulang (S-R).

Sangat banyak pakar pendidikan yang melakukan penelitian dan berkesimpulan ke arah positifnya pemanfaatan komputer sebagai media bantu pembelajaran. Arnold (1992) menyatakan para guru masih dihadapkan pada suatu ironi bahwa meskipun komputer merupakan media sangat potensial pada proses pembelajaran, akan tetapi masih sedikit yang mau dan mampu menggunakannya. Ketidakmauan dan/atau ketidakmapuan tersebut disebabkan berbagai factor, baik internal (diri guru sendiri) maupun factor eksternal (fasilitas dan kebijakan).

Poin penting yang diharapkan muncul dalam kesimpulan yang ditarik oleh para peserta dan fasilitator adalah :
1. Pembelajaran berbasis TIK sudah saatnya mulai dikembangkan dan digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Model pembelajaran yang mendukung kepada pelaksanaan pembelajaran berbasis TIK.
3. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam persiapan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran berbasis TIK.
4. Kondisi prasayarat yang harus tersedia agar proses pembelajaran berbasis TIK dapat berjalan.

PENDIDIKAN JARAK JAUH

LATAR BELAKANG MASALAH
UUD 1945 mengamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti tertuang di dalam pasal 28B ayat 1 bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia dan pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pendidikan merupakan kebutuhan sekaligus hak dasar bagi setiap warga negara, tanpa membedakan golongan, gender, usia, status sosial maupun tempat tinggal. Artinya setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh layanan pendidikan. Kalau sampai tidak mendapatkan kesempatan karena berbagai kendala, adalah kewajiban pemerintah untuk mencari sistem pendidikan yang tepat yang dapat melayani mereka. Sistem pendidikan jarak jauh merupakan alternatif yang dapat memberikan layanan kepada setiap orang untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu kondisi geografis Indonesia yang memiliki luas wilayah sekitar 7 juta kilometer persegi, terdiri dari 17.459 pulau besar dan kecil serta kawasan laut yang luas ( lebih luas daripada wilayah daratan ). Sedangkan kondisi demografisnya penduduk Indonesia sekarang sekitar 220 juta jiwa terdiri atas beragam suku, agama, adat istiadat dan budaya yang 70% diantaranya menempati wilayah pedesaan dengan wilayah terpadat di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, dan semakin ke timur semakin jarang penduduknya.
Mengingat tidak semua kebutuhan akan pendidikan dapat di penuhi dengan cara – cara yang konvensional. Di sisi yang lain adanya berbagai karakteristik sasaran didik, kondisi sosial-ekonomi-budaya dan geografis tidak mungkin pula memberikan pendidikan kepada seluruh orang dengan cara lama, maka perlu dikembangkan alternatif pendidikan yang dapat memberikan layanan pendidikan tersebut melalui Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
Ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi penyelenggaraan PJJ, yaitu kondisi geografis, pertumbuhan dan persebaran penduduk, tantangan globalisasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. PJJ bertujuan untuk menyediakan akses pendidikan seluas – luasnya bagi peserta didik karena kendala ekonomi, faktor geografis, dan sosila budaya. Jadi PJJ mempunyai potensi yang besar sekali untuk mendukung upaya pendidikan berkelanjutan dan pendidikan sepanjang hayat. Sifatnya yang fleksibel memungkinkan peserta didik dapat mengikuti pendidikan kapan saja dan dimana saja.




PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH

1. Pengertian Pendidikan Jarak Jauh

Sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menurut sadirman, dkk (1996:13) memiliki berbagai macam bentuk dengan berbagai macam sebutan, seperti pendidikan terbuka, pendidikan mandiri, pendidikan bermedia, pendidikan terkemas, pendidikan arah diri (self directed education), pendidikan bebas (independent study), pendidikan laju diri (self paced education), pendidikan korespodensi, dan berbagai istilah lainnya. Sekarang kita mengenal istilah pembelajaran dengan luwes (flexible learning), pembelajaran elektronik, pembelajaran digital, pembelajaran digital, pembelajaran berjaringan, pembelajaran maya dan sebagainya.
Pengertian PJJ menurut Miarso (2003:304) adalah pendidikan terbuka dengan program belajar yang terstruktur relatif ketat dan pola pembelajaran yang berlangsung tanpa tatap muka atau keterpisahan antara guru dengan peserta didik.
Menurut Seijadi (2005:1) PJJ adalah jenis pendidikan di mana peserta didik berjarak jauh dengan pendidik, sehingga pendidikan tidak dapat di lakukan dengan cara tatap muka. Maka pennyajian materi pembelajaran kepada peserta didik harus melalui media.
Menurut UU nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 15 dijelaskan bahwa PJJ adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui tekologi informasi dan komunikasi dan media lainnya.
Menurut Keegan (1984) dalam A.P. Hardhono (2002) karakteristik PJJ adalah sebagai berikut :
1.) Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar dari peserta didik selama program pendidikan.
2.) Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara perseorangan peserta didik dari peserta didik lain selama program pendidikan.
3.) Ada suatu institusi yang mengelola program pendidikan.
4.) Pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk menyampaikan bahan ajar.
5.) Penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta didik dapat mengambil inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.



Adapun ciri khas utama PJJ, yaitu :
1.) Adanya jarak yang jauh antara pendidik dengan peserta didik
2.) Individualisasi dan kemandirian dalam belajar.
3.) Adanya bahan belajar yang biasanya di kembangkan sendiri oleh lembaga penyelenggara PJJ.
4.) Penggunaan berbagai media pembelajaran.
5.) Adanya bantuan belajar yang berupa tutorial dan bantuan belajar lainnya yang terbatas.
6.) Adanya proses industrialisasi dalam pengembangan, pengadaan, dan distribusi bahan belajar. Dengan demikian dalam proses pendidikannya memiliki bentuk yang mirip dengan proses industri.

2. Pola, Modus dan Cakupan Pendidikan Jarak Jauh

Sesuai dengan UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 31 ayat 1 PJJ dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Kemudian dalam ayat 3 disebutkan PJJ dapat diselenggarakan dalam berbagai bentuk atau Pola, modus dan cakupan yang berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang didukung oleh saran dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
PJJ di selenggarakan dalam berbagai pola pembelajaran yang pada dasarnya mengandalkan tersedianya berbagai sumber belajar. Pola pembelajaran ini mencakup penyelenggaran program pembelajaran melalui pendidikan tertulis atau korespondensi, bahan cetak (modul), radio, audio/video, TV, berbantuan komputer, dan atau multimedia melalui jaringan komputer.
Pola pembelajaran dalam PJJ menurut Atwi Suparman & Aminudin Zuhairi (2004:191) dapat berbentuk belajar secara mandiri, belajar dengan kelompok belajar belajar, dan belajar dengan tutor secara tatap muka dan berbantuan media elektronik.


Sedangkan modus penyelenggaraan PJJ dapat dibedakan dalam berbagai bentuk sebagai berikut :
1. Modus tunggal (single mode) yaitu pelayanan pendidikan kepada peserta didik dilaksanakan sepenuhnya melalui satu cara.
2. Modus ganda (dual mode) yaitu bila layanan pendidikan kepada peserta didik dilaksanakan bersama tatap muka langsung maupun tidak langsung, baik melalui satu arah maupun dua arah.
3. Modus jaringan (network mode) yaitu bila layanan pendidikan kepada peserta didik dilaksanakan melalui kolaborasi anatar lembaga pendidikan.
4. Modus beragam (multimode), pola ini sering disebut pula dengan pembelajaran berbasis aneka sumber (resource based learning). Sumber belajar ini yang harus dicari dan diusahakan sendiri oleh peserta didik dan ada yang telah tersedia secara khusus maupun secara umum.
Dan bila dilihat dari aspek cakupan, sistem PJJ dapat berupa penyelenggaraan pendidikan untuk program pendidikan berbasis mata pelajaran / mata kuliah atau program berbasis bidang studi. Selain itu dapat berupa satu kesatuan program pendidikan secara penuh menurut jenjang dan jenis dalam sistem pendidikan nasional.

3. Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh

PJJ merupakan sub sistem dari sistem pendidikan nasional, maka dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. PJJ dapat digunakan untuk pendidikan formal maupun nonformal. Penyelenggraan PJJ menurut Miarso (2004:321) meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar sekolah, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan dan pendidikan berkelanjutan. PJJ untuk jenjang pendidikan tinggi dapat diselenggarakan untuk berbagai program gelar maupun nongelar, jalur akademik maupun jalur profesional, mulai dari tingkat sertifikat, diploma, sarjana, magister dan doktor.
Penyelenggraan PJJ menurut Sadiman (1995:3) dilakukan karena beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a) Dapat menjangkau sasaran didik di daerah – daerah terpencil yang sulit dijangkau secara fisik.
b) Dapat memberikan pendidikan kepada mereka yang karena hambatan fisik (cacat fisik) hambatan waktu dan kesempatan tidak dapat mengikuti pendidikan biasa.
c) Sifatnya luwes, dapat di buka dan ditutup dalam waktu yang relatif cepat tanpa membawa resiko pemborosan tenaga dan sumber – sumber lainnya.
d) Dapat mengatasi kekurangan tenaga pengajar dengan jalan memanfaatkan tenaga – tenaga yang ada secara maksimal.
e) Peserta didik masih tetap dapat melaksanakan kegiatan lain (bekerja) sementara mengikuti program PJJ.
f) Dapat menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar dengan rasio pengelola dan pendidik yang relatif kecil.
g) Satuan biaya per peserta didik pada umumnya lebih murah apabila jumlah sasarannya makin besar.
h) Mampu menanamkan sifat – sifat yang penting yaitu : bertanggung jawab, disiplin, tangguh dan mandiri.
Selanjutnya agar sistem PJJ dapat diselenggarakan dengan baik komponen dan kegiatan berikut perlu mendapatkan perhatian secara serius, (Perry dan Rumble (1987:5-7) yaitu :
a) Bahan belajar. Bahan belajar untuk PJJ haruslah sederhana, jelas dan mudah dipelajari. Bahan – bahan belajar tersebut juga harus memenuhi kebutuhan peserta didik.
b) Produksi bahan belajar. Bahan belajar tersebut harus diproduksi sedemikian rupa sehingga tidak saja benar dari segi konsep tetapi menarik untuk dipelajari.
c) Distribusi bahan belajar. Bahan belajar harus dijamin sampai disasaran peserta didik sebelum waktu digunakan. Beberapa cara pengiriman perlu dijajagi sebelum menentukan cara yang terbaik.
d) Dukungan belajar. Pelayanan dukungan berlajar perlu dikembangkan mengingat dalam PJJ peserta didik perlu lebih banyak bantuan dalam belajar.
e) Penilaian peserta didik. Keberhasilan PJJ diukur dari seberapa baik produk dari sistem tersebut. Untuk itu penilaian yang teratur dan sistematis hendaknya dilakukan sepanjang proses pembelajaran dan diakhir satu satuan waktu pendidikan. Penilaian yang dimaksud hendaklah beracuan patokan (criterian reference evaluation) adil dan tidak kompromis.
f) Pengelolaan administrasi. Oleh karena peserta PJJ pada umumnya tersebar dan adanya keluwesan waktu maka administrasi PJJ harus dikelola secara rapih. Mekanisme pengadministrasian peserta PJJ merupakan salah satu kunci keberhasilan PJJ.
g) Mekanisme umpan balik. Mekanisme yang baik perlu dibuat agar peserta didik dapat dengan mudah menyampaikan keluhan dalam belajar atau kesulitan umum dalam belajar di PJJ. Perbaikan dan penyempurnaan hendaknya terus kita lakuakan atas dasar umpan balik tersebut.

Dengan demikian dalam penyelenggraan PJJ perlu di rancang secara khusus mulai dari isi program pendidikan, cara penyajian materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan peserta didiknya. Artinya adanya ikatan yang longgar pada materi, tempat, jarak, waktu, usia, jender, dan persyaratan non akademik lain. Akhirnya merupakan ciri pendidikan yang demokratis.

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PENYELENGGARAN PENDIDIKAN JARAK JAUH
Renstra Depdiknas Tahun 2005 – 2009, menegaskan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai sarana pembelajaran jarak jauh, prioritas renstra adalah mengembangkan sistem pembelajaran jarak jauh di perguruan tinggi, pendidikan formal dan non formal untuk mendukung perluasan dan pemerataan pendidikan tinggi, pendidikan foramal dan non formal. TIK di manfaatkan secara optimal dalam fungsinya sebagai media pembelajaran jarak jauh dan juga untuk menfasilitasi manajemen pendidikan.
Perkembangan TIK, telah mendorong berkembangnya PJJ. PJJ adalah suatu model pembelajaran yang membebaskan peserta didik untuk dapat belajar tanpa terkait oleh ruang dan waktu dengan sesedikit mungkin bantuan dari orang lain. Karena keterpisahan jarak inilah maka dalam PJJ materi pembelajran dikembangkan, dikemas dan disampaikan melalui media dalam berbagai jenis dengan memanfaatkan TIK sehingga dapat digunakan peserta didik untuk belajar mandiri. Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri, melainkan belajar dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri dengan bantuan minimal dari orang lain.
Dalam sistem PJJ peserta didik dituntut untuk belajar mandiri. Dengan demikian pelaksanaan PJJ menerapkan cara belajar mandiri. Belajar mandiri dalam konteks sistem PJJ berdampak pada pemanfaatan TIK. Artinya media dapat digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran. Media teknologi tersebut dapat berupa media cetak, radio, televisi, komputer, masyarakat awam, orang tua, atau media lain yang dapat digunakan untuk mengemas materi pembelajaran.
Berdasarkan berbagai pertimpangan di atas TIK yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan PJJ antara lain sebagai berikut :

1. Media Cetak

Media ini digolongka sebagai teknologi generasi pertama dalam sistem PJJ. Hampir semua institusi PJJ di dunia memanfaatkan media cetak sebagai media utama untuk menyampaikan materi pembelajaran. Kondisi ini tidak hanya karena masalah biaya pengembangan dan pengadaannya yang murah di banding media lain tetapi juga karena fleksibilitasnya. Fleksibilitasnya menyangkut tempat, waktu, wujud, jenis cetakan serta mampu untuk dipadukan dengan media lain. Pada kondisi ini, umunya media cetak dimanfaatkan sebagai media utama sedangkan media lain berfungsi sebagai media yang menyampaikan penjelasan.

2. Radio

Di negara – negara maju hampir semua orang memiliki radio. Sementara di negara berkembang termasuk Indonesia radio dikatagorikan sebgai barang yang cukup terjangkau harganya dan udah didapat. Radio dikenal sebagai media yang sangat memasyrakat. Hal ini menunjukkan bahwa radio merupaka sebuah media yang memiliki aksesibilitas tinggi. Tingkat pemilikan radio di wilayah perkotaan dengan angka penetrasi sebesar 40% (Katili-Niode, 2002)

3. Televisi

Depdiknas sesuai dengan tugas dan fungsinya merintis berdirinya stasiun televisi pendidikan. Pada tanggal 12 oktober 2004 Menteri Pendidikan Nasional meluncurkan pengembangan dan penyelenggaraan siaran televisi edukasi (TVE). TVE merupakan televisi yang mengkhususkan diri dalam penyiaran program – program pendidikan dan pembelajaran semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Visi TVE adalah menjadikan stasiun televisi pendidikan yang santun dan mencerdaskan. Sedangkan misinya untuk mencerdaskan masyarakat, menyajikan ketauladanan, menyebarluaskan informasi dan kebijakan pendidikan sertamemotivasi masyarakat untuk gemar belajar. Dengan jangkauan siaran di seluruh wilayah tanah indonesia bahkan wilayah negara ASEAN dan Australia bagian utara dengan fasilitas antene parabola (TVRO) Purwanto, dkk (2005:214)
Stasiun televisi atau tv komersial bervariasi dalam daya jangkau siarannya, namun hampir setiap kota besar di Indonesia dapat menerima siaran dari tv swasta. Namun kenyataannya televisi belum besar perannya dalam PJJ di Indonesia. Siaran pendidikan melalui televisi mempunyai konsekuensi pembiayaan yang besar. Kendala lain bagi pemanfaatan siaran televisi adalah bahwa media ini adalah sekali tayang. Selain itu media siaran televisi ini merupakan media satu arah sehingga tidak ada interaktifitasnya.

4. Komputer dan Jaringan Internet

Pembelajaran berbasis komputer dapat dimasukan dalam dua kategori yaitu komputer mandiri (standalone) dan komputer dalam jaringan. Perbedaan yang utama antara keduanya terletak pada aspek interaktifitas. Dalam pembelajaran melalui komputer mandiri, interaktifitas peserta didik terbatas pada interkasi bahan belajar yang ada dalam program pembelajaran.
Sekarang ini PJJ dapat disajikan dalam dua cara yaitu synchronous mode di mana peserta didik menggunakan TIK untuk berkomunikasi pada waktu yang bersamaan dan asynchronous mode di mana peserta didik belajar atau berkomunikasi secara mandiri pada waktu yang berbeda kapan saja mereka online. Dalam kenyataannya pertemuan tatap muka atau interkasi masih diperlukan untuk menunjang belajar mandiri dan asynchronous agar belajar lebih efektif. TIK menfasilitasi interkasi tingkat tinggi antara peserta didik, tenaga pengajar, dan materi pembelajaran berbasis komputer. Komunikasi dapat dinamis dan bervariasi sesuai keinginan peserta didik dan tenaga pengajar, dan ia dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti e-mail, mailing list, chat, bulletin board dan konferensi komputer.
Akhirnya dalam era ke depan baik secara nasional, regional maupun global pengembangan dan pemanfaatan TIK ini berperan sebagai pemandu atau menjadi trend setter. Selanjutnya bagaimana menjadi inovasi, networking, dan teknologi menjadi suatu model bagi penyelenggaraaan dan pengembangan PJJ di masa depan.

CONTOH PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH YANG MEMANFAATKAN TIK
Sebagai contoh penyelenggaran PJJ yang memanfaatkan TIK adalah sebagai berikut :
SMP Qaryah Thayyibah di desa Kalibening, Salatiga, Jawa tengah. Selain itu SMP QT merupakan pengembangan dari konsep bersekolah di rumah (home schooling) http://www.pendidikansalatiga.net Sekolah di rumah mengandung kelemahan, di antaramya anak kurang berinteraksi dengan kawan sebayanya. Sekolah di rumah akan semakin rumit ketiak anak makin besar yang membuat orang tua tidak mampu lagi mengajarkan pelajaran sesuai usianya. Di sisi lain kelemahan ini di tangkap oleh kalangan bisnis yang kemudian menawarkan jasa les privat atau bimbingan belajar. Dalam pola belajar semacam ini, sekolah di rumah pada akhirnya hanya akan dinikmati oleh mereka yang mempunyai uang. Akhirnya kekurangan tersebut bisa ditutupi dengan alternatif SMP QT menjadi sekolah komunitas. Pada dasarnya anak – anak itu belajar bersama di sebuah rumah dengan didampingi oleh pembimbing.
SMP QT secara formal tercatat sebagai SMP Terbuka sehingga lulusan bisa mendapatkan ijasah formal SMP seperti siswa SMP reguler lainnya yang dikeluarkan pemerintah. SMP QT menggunakan kurikulum nasional. Maka kualitas sekolah akan diakui bila siswanya dapat mengerjakan soal – soal tes dengan nilai yang baik.


KESIMPULAN
Pendidikan merupakan kebutuhan sekaligus hak dasar bagi setiap warga negara, tanpa membedakan golongan, gender, usia, status sosial maupun tempat tinggal. Sistem PJJ merupakan alternatif yang dapat memberikan layanan kepada setiap orang untuk mendapatkan pendidikan sepanjang hayat. PJJ adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajrannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui TIK dan media lain. PJJ dapat di selenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan dalam berbagai pola, modus dan cakupan yang berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Penyelenggaraan PJJ berdasarkan prinsip – prinsip keluwesan, kemandirian, keterkinian, kesesuaian, mobilitas dan efesiensi. PJJ di rancang sebagai sistem pendidikan yang bebas untuk diikuti oleh siapa saja dan di mana saja sehingga peserta didik menjadi sangat hiterogen baik dalam kondisi, karakteristiknya yang meliputi motivasi, kecerdasan, latar belakang pendidikan, kesempatan maupun waktu yang disediakan untuk belajar.

Sabtu, 25 Desember 2010

Deskripsi Masalah Pendidikan di Indonesia

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Mahalnya biaya pendidikan.
* Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
* Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
* Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
* Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
* Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
* Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah.

Kurikulum Subjek Akademik

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya ini akhirnya kita dapat menyelesaikan tugas membuat makalah mata kuliah Pengantar Kurikulum.
Makalah ini berjudul “KURIKULUM SUBJEK AKADEMIK” Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada: Dosen Mata Kuliah Pengantar Kurikulum Pak Khaerudin. Teman-teman sekelompok dan semua pihak yang telah membantu dalam rangka menyelesaikan makalah ini

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan konsep kurikulum selalu mengikuti perkembangan zaman dan pada setiap negara sangat terkait dengan kebijakan yang diambil oleh penguasa. Khususnya di Indonesia, kurikulum selalu mengalami perubahan. Pada saat ini telah muncul Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004. Sesuai dengan tuntunan zaman sekarang ini yang mengharuskan setiap manusia siap, otomatis pendidikan mmempunyai peranan yang amat penting. Pastinya baik, bermutu tidaknya sebuah institusi pendidikan sangat bergantung pada system kurikulumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam kesempatan kali ini kami akan mencoba memaparkan beberapa poin tersebut dibawah ini :
1. Apakah kecenderungan yang tambah itu ?
2. Bagaimanakah cirri kurikulum subjek akademik ?
3. Seperti apa publikasi kurikulum subjek akademik ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami mengangkat judul ini adalah :
1. Memberi wahana dan pandangan baru
2. Memanfaatkan pengetahuan kita yang sudah mulai kritis akan kurikulum
3. Menyiapkan diri setiap generasi agar siap menghadapi persaingan ilmu pengetahuan
4. Memperjelas keberadaan kurikulum

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Model Subjek Akademik
Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan.
Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Karena kurikulum sangat mengutamkan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangnnya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
Dalam buku yang berjudul “The Process of Education” Jerome Bruner mengusulkan bahwa rancangan kurikulum didasarkan pada struktuk disiplin akademik, Ia mengusulkan bahwa kurikulum mata pelajaran seharusnya ditentukan oleh pengertian yang paling mendasar yang dapat dicapai dari prinsip yang mendasari yang memberikan struktur pada suatu disiplin. Sebuah contoh dari kurikulum yang didasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man : A course of Study (MACOS)
MACOS adalah kurikulum yang dirancang oleh siswa-siswa sekolah dasar dan terdiri dari buku, film, poster, catatan permainan dan bahan ruang kelas yang lain. Kurikulum ini menyatakan tentang manusia
Tiga pertanyaan penting pokok menjelaskan arti permasalahan intelektual dan menunjukan anggapan MACOS : apakah arti manusia dalam hubunganya dengan kemanusiaan ? Bagaimana mereka memperoleh cara itu bagaimana mereka dapat dibuat lebih manusiawi? Pengembangan pengembangan pelajaran menghandaki anak agar kakuatan pokok yang telah membentuk dan melanjutkan untuk membentuk kemanusiaan : Bahasa, pemakaian alat, organisasi social, mythology dan ketidak dewasaan yang berkepanjangan.
Model itelektual digunakan agar menyebabkan gagasan dapat dimengerti anak sesuai peraturan. Anak diberikan contoh lapangan dan didorong memberikan gagasan mereka tentang binatang dan ornag dengan cara yang dilakukan oeh ahli-ahli etnologi dan ahli antropologi. Tujuan dari MACOS adalah itelektual : memberikan anak rasa hormat dan kepercayaan akan kekuatan pikiran mereka sendiri dan memperlengkapi mereka dengan serangkaian model yang dapat dikerjakan yang membuatnya lebih mudah menganalisis hakikat lingkungan social. Adapun model dari penilaianya meliputi : model ilmiah tentang observasi, spekulasi, pembuatan dan ujian hipotesisi, mengerti tentnag disiplin ilmu pengetahuan social dan kegembiraan penemuan.
2.2 Ciri-ciri Kurikulum Subyek Akademik
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulm subjek akademis adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan)siswa sampai mereka kuasai. Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berfikir dan mengamatin digunakan dalam ilmuj kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan dalam seni dan koherensi dalam sejarah.
1. Maksud dan Fungsi
Maksud kurikulum adalah melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling bermanfaat dan proses menyelidiki masalah riset khusus. Siswa diharapkan memperoleh konsep dan methode untuk melanjutkan pertumbuhan dalam masyarakat lebih luas.
2. Metode-Metode Kurikulum Subjek Akademik
Adalah dengan cara :
Pameran (eksposisi), penyelidikan merupakan dua titik teknik yang secara umum digunakan dalam kurikulum akademik.
Masalah atau gagasan dirumuskan dan diupayakan sehingga dapar dipahami mereka memeriksa pernyataan untuk menerangkan arti, landasan logika, dan dukungan factual mereka. Buku yang telah sangat terpengaruh kehidupan besar tidak diabaikan.
3. Organisasi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
• correlated curriculum adalah pola organisasi materi tau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
• Unified atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
• Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
• Problem Solving Curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajarn atau disiplin ilmu
2.3 Penyesuaian Pelajaran dengan Perkembangan
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyususnan bahan secara logis dan sistematis daripada menyalaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan. Pertama, untuk mengimbangi penekannya pada proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan. Kedua, adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.
2.4 Pemilihan Disiplin Ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
• Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
• Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
• Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.

2.5 Bagaimana Harus Membuat Bahan Pelajaran yang Menarik Untuk Menumbuhkan Pemikiran
Kurikulum akademik telah ditutut untuk menempatkan logika dan keteraturan yang mendorong pemikiran akademik atas logika psikologik pelajar. Para akademis juga dikatakan tidak bersalah atad dua kesalahan kurikulum yaitu kesalahan isi dan kesalahan mengenaik keseluruhan (universalism).
Kesalahan bahan memiliki sesuatu yang menarik seluruh gagasan tidaklah diciptakan sama dan beberapa konsep maupun generalisasi, beberapa gagasan dan hasil penyelidikan yang lalu lebih berguna dan mendalam dari pada hal lain.

Gagasan yang menjadi alat dan karya seni yang menjadi indah, apabila gagasan itu didekati melalui cara yang sesuai dalam penyelidikan dan persepsi kesalah keseluruhan tergantung pada kepercayaan bahwa beberapa daerah bahan mempunyai nilai universal, tanpa memperhatikan ciri siswa tertentu.
Robet Maynar Hutchins, seorang pendidik Amerika yang terkenal ia mengatakan bahwa “pendidikan berarti pengajaran”. Pengajaran berarti ilmu pengetahuan sebagai kebenaran. Kebenaran adalah sama dimana-mana. Oleh karena itu pendidikan harus sama dimana-mana.
Kurikulum dalam bahan akademik yang lebih baru menggalakkan instuisi terkaan yang tajam – sebagai alat untuk mengenali pikiran analisis dari disiplin ilmu.Program akademik yang tumbuh dalam negeri berkembang. Bahkan, program itu mungkin bertahan hidup lebih baik dari pada pemindahan secara nasional.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ahli akademik telah berupaya mengembangkan kurikulum yang membekali para pelajar memasuki dunia pengetahuan dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, mencatat hubungan, menganaslisis data dan menarik kesimpulan. Tetapi dalam pendekatan ini ditemukan beberapa kelemahan yakni :
1. Kegagalan untuk memberikan perhatian cukup terhadap tujuan integrative
2. Kecenderungan untuk memaksakan pandangan orang dewasa tentang bahan pelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

1. Neil. John D. MC “Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif” Jakarta ; Wira Sari 1988
2. http://id.wikipedia.org/wiki/kurikulum

PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan definisi, sejarah, dan kawasan Teknologi Pendidikan, maka dapat dilihat bahwa Teknologi Pendidikan merupakan suatu teori, bidang, dan profesi. Sebagai teori Teknologi Pendidikan adalah teori mengenai bagaimana masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan belajar manusia diidentifikasi dan dipecahkan. Sebagai teori Teknologi Pendidikan telah memenuhi tolak ukur suatu teori. Tolak ukur tersebut adalah (1) adanya gejala atau fenomena yang tidak sepenuhnya dapat dipahami dengan menggunakan teori-teori yang ada, yaitu adanya masalah belajar yang harus dipecahkan, (2) adanya penjelasan bagaimana masalah-masalah belajar dapat diidentifikasi dan dipecahkan, (3) adanya orientasi atau arah pandangan yang jelas, yaitu adanya keterpaduan teori dan praktik untuk memecahkan masalah belajar, (4) adanya sistematisasi kawasan Teknologi Pendidikan, (5) adanya identifikasi kesenjangan (domain Teknologi pendidikan membuka peluang munculnya berbagai kesenjangan untuk diteliti), (6) melahirkan strategi penelitian, (7) adanya prediksi, yaitu munculnya berbagai alternatif pemecahan masalah belajar, dan (8) mengandung serangkaian prinsip (berbagai unsur Teknologi Pendidikan).

Sebagai bidang Teknologi Pendidikan merupakan penerapan teori dan praktik secara terpadu mencakup kelima domain atau kawasan Teknologi Pendidikan, yaitu desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi. Bidang kegiatan tersebut semuanya tertuju untuk memecahkan masalah belajar manusia. Sebagai profesi Teknologi Pendidikan terbentuk dari usaha yang direncanakan secara sistematis (terorganisir) guna melaksanakan teori, teknik intelektual dan penerapan praktis Teknologi Pendidikan. Mengingat begitu kompleksnya cakupan Teknologi Pendidikan, maka dalam makalah ini diungkap sebagian kecil hal-hal yang berkenaan dengan Teknologi Pendidikan. Hal-hal tersebut adalah (1) definisi Teknologi Pendidikan, (2) pengertian dan karakteristik profesi, (3) pengertian profesi Teknologi Pendidikan, (4) fungsi profesi Teknologi Pendidikan, (5) tugas pokok Profesi Teknologi Pendidikan, (6) pendidikan keahlian Teknologi Pendidikan, (7) organisasi profesi Teknologi Pendidikan dan (8) kode etik profesi Teknologi Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Dalam sejarah Teknologi Pendidikan, digunakan dua istilah, yaitu Teknologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran. Dilihat dari ruang lingkup pendidikan dan pembelajaran, maka pendidikan memiliki ruang lingkup yang lebih luas bila dibandingkan dengan pembelajaran. Pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Pendidikan itu meliputi pembelajaran, pelatihan, pembimbingan, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Teknologi Pembelajaran merupakan bagian dari Teknologi Pendidikan.

Menurut Ely (dalam buku ‘Menyemai Benih Teknologi Pendidikan) definisi Teknologi Pendidikan merupakan ramuan sejumlah disiplin dasar dan bidang terapannya seperti disiplin komunikasi, psikologi, evaluasi dan manajemen, serta disiplin terapannya, misalnya psikologi persepsi, psikologi kognisi, media, sistem dan penilaian kebutuhan menjadi suatu prinsip, prosedur, serta keterampilan yang digunakan untuk memecahkan masalah belajar yang tidak terpecahkan dengan pendekatan yang telah ada sebelumnya.

Definisi serupa diungkapkan Ardhana (1992, 1993) yang menyatakan bahwa Teknologi Pendidikan merupakan penggabungan antara teknologi pembelajaran, teknologi belajar, teknologi perkembangan, teknologi pengelolaan dan teknologi-teknologi lain untuk keperluan pemecahan masalah-masalah pendidikan. Teknologi Pembelajaran dikatakan sebagai penerapan secara sistemik dan sistematis strategi dan teknik-teknik yang dirumuskan dari berbagai teori untuk keperluan pemecahan masalah-masalah pembelajaran.

Menurut definisi AECT (Association for Educational Communication and Technology) 1977, Teknologi Instruksional adalah proses yang komplek dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi, untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan-pemecahan masalah dalam situasi dimana kegiatan belajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Ada dua kegiatan utama dalam kawasan Teknologi Pembelajaran, yaitu pengelolaan instruksional dan pengembangan instruksional yang dapat berupa riset teori, disain, produksi, evaluasi, seleksi, pemanfaatan dan penyebarluasan.


B. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK PROFESI

Ibrahim (2002) merangkum beberapa pendapat tentang arti profesi menjadi sebuah rumusan pengertian profesi. Hasil rangkuman beliau adalah ”profesi dapat diartikan sebagai suatu lapangan pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan ahli yang dilandasi filosofi yang mantap”. Hakikat profesi adalah hal yang mendalam, mendasar dan merupakan esensi dari profesi. Jika hal-hal yang mendasar dan esensi dihilangkan, maka hilang juga arti profesi. Berdasarkan pemikiran itu, maka hakikat profesi adalah tanggapan (respon) yang bijaksana, serta pelayanan/pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, teknik dan prosedur yang mantap, serta sikap kepribadian tertentu. Seorang pekerja profesional akan selalu mengadakan pelayanan/pengabdian yang dilandasi kemampuan profesional, serta falsafah yang mantap (diwujudkan dalam perilaku sesuai etika).


C. PENGERTIAN PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Tenaga profesi teknologi pendidikan sebagai tenaga ahli dan atau mahir dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistemik komponen sarana belajar meliputi orang, isi ajaran, media atau bahan ajaran, peralatan, teknik, dan lingkungan. Definisi teknologi pendidikan di atas jika dihubungkan dengan definisi yang dikemukakan oleh AECT tahun 1994. Dalam AECT tahun 1994 telah dirumuskan definisi teknologi pendidikan seperti telah disebutkan dalam Latar Belakang di atas bahwa: “Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar”. Dari kedua definisi itu maka pengertian profesi teknologi pendidikan adalah tenaga ahli yang melakukan teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan serta menilai proses dan sumber untuk membelajarkan peserta didik.


D. FUNGSI PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Fungsi profesi teknologi pendidikan memfasilitasi kegiatan belajar manusia melalui pendekatan-pendekatan atau cara-cara tertentu. Dengan demikian profesi teknologi pendidikan dapat menjadikan orang bertambah dalam kegiatan belajar sekaligus menjadikan orang bertambah cerdas baik dari jumlah orang yang cerdas maupun mutu dari kecerdasan itu sendiri. Dengan kecerdasan ini berarti akan meningkatkan nilai tambah seseorang sebagai sumber daya manusia, mengatasi masalah belajar baik individu ataupun kelompok, dan juga akan meningkatkan kinerja


E. TUGAS POKOK PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Tugas pokok profesi teknologi pendidikan seperti berikut ini.
1. Perancang (desainer): tugas ini meliputi mendesain sistem pembelajaran, desain pesan, stratedi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar.
2. Pengembang (developer): tugas ini meliputi produksi dan penyampaian teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis komputer dan teknologi terpadu.
3. Pemanfaat/Pengguna (User): tugas ini meliputi pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan pelembagaan, dan kebijakan/regulasi. Pemanfaatan media merupakan penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar.
4. Pengelola (Manager): tugas ini meliputi pengelola proyek, pengelola sumber, pengelola sistem penyampaian, dan pengelola informasi.
5. Penilai (Evaluator): tugas ini meliputi menganalisis masalah, mengukur yang beracuan patokan, menilai secara formatif dan sumatif.
6. Peneliti (Researcher), tugas ini meliputi kegiatan penelitian yang berkaitan dengan teknologi pendidikan. Kegiatan penelitian ini mencakup penelitian dalam kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian.


F. PENDIDIKAN KEAHLIAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Pendidikan dan latihan keahlian teknologi pendidikan telah dimulai sejak akhir 1950-an dengan mengirim tenaga keluar negeri. Pendidikan dan keahlian semakin mendapat perhatian sejak awal Orde Baru dengan bantuan dari UNDP/UNESCO dan pemerintah Amerika Serikat.

Tenaga ahli yang telah dididik diluar negeri tersebut kemudian diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan keahlian didalam negeri. Program akademik jenjang S1 (sarjana) dengan keahlian teknologi pendidikan dibuka di IKIP Jakarta pada tahun 1976. dua tahun kemudian dibuka pendidikan keahlian pada jenjang S2 (Magister)dan S3 (doktor) Teknologi Pendidikan. Pada Tahun 1979 pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada jenjang S1 diselenggarakan ditujuh IKIP (Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan UjungPandang). Pada jenjang pasca sarjana selain di IKIP Jakarta juga di IKIP Malang. Pendidikan ini secara umum ditujukan untuk menghasilkan tenaga profesi teknologi pendidikan yang bergerak dan berkarya dalam seluruh bidang pendidikan, dan mengusahakan terciptanya keseimbangan dan keselarasan hubungan dengan profesi lain, untuk terwujudkannya gagasan dasar perkembangan tiap individu pribadi manusia Indonesia Seutuhnya.



Pendidikan keahlian Teknologi Pendidikan pada jenjang sarjana S1 ditujukan untuk penguasaan kemampuan :
1. Memahami landasan teori/riset an aplikasi teknologi pendidikan.
2. Merancang pola instruksional
3. Memproduksi media pendidikan
4. Mengevaluasi program dan produk instruksional
5. Mengelola Media dan sarana belajar
6. Memanfaatkan sarana,media,dan teknik instruksional
7. Menyebarkan informasi dan produk teknologi pendidikan
8. Mengoperasikan sendiri dan melatih orang lain dalam mengoperasikan peralatan audiovisual.

Pada Jenjang S2 kompetensi lulusan adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan pendekatan sistem dalam rangka pengembangan pembelajaran, baik pada tingkat mikro/kelas maupun dalam konteks pendidikan maupun latihan.
2. Merencanakan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, serta penilaian pelaksanaannya.
3. Merancang, memproduksi, dan menilai bahan bahan pembelajaran.
4. Mengelola Lembaga sumber belajar.
5. Melatih dan mendidik orang lain dalam berbagai aspek teknologi pendidikan.
6. Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan.

Sedangkan pada jenjang S3 adalah sebagai berikut :
1. Mampu mengkaji dan menganalisis teori/konsep dan temuan penelitian dibidang instruksional dan meramunya menjadi sutau teori/konsep pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik budaya Indonesia.
2. Mampu mengidentifikasikan dan mengkaji kebijakan pendidikan dan masalah pelaksanaannya, dan menselaraskannya dengan perkembangan IPTEK dan SOSEKBUD.
3. Mampu melaksanakan sendiri dan memimpin kegiatan penelitian dan pengembangan, baik untuk menguji teori instruksional, maupun menghasilkan inovasi dalam proses dan sistem pendidikan

G. ORGANISASI PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Di Indonesia, tenaga profesi itu terhimpun dalam wadah Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia ( IPTPI ) yayng didirikan pada tanggal 27 September 1987. Dasar pertimbangan pendirian organisasai profesi adalah karena makin kompleksnya usaha pendidikan ( termasuk penyuluhan dan pembinaan ) sumber daya manusia, sehingga dirasa perlu adanya forum profesi untuk saling bertukar pengalaman, peningkatan kemampuan dan untuk menjaga keselarasan antara perkembangan IPTEK dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan belajar.

Visi
Dengan semangat kemitraan menjadi suatu lembaga yang tanggap dan tangguh dalam memberdayakan pemelajar ( learner ), melalui kegiatan merancang, mengembangkan, melaksanakan, menilai dan mengelola proses serta sumber belajar

Misi
IPTPI mempunyai misi memimpin, memberikan keteladan dan kepemimpinan dalam pengembangkan dan peningkatan profesionalitas para anggotanya, agar mereka mampu untuk memberdayakan peserta didik/warga belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kondisi dan lingkungan, sehingga peserta didik/warga belajar tersebut mampu menguasai kompetensi yang diperlukan, serta meningkatkan kinerja dan produktivitasnya.

Tujuan
Menghimpun sumber daya untuk menyumbangkn tenaga dan pikiran bagi pengembangan teknologi pendidikan sebagai suatu teori, bidang dan profesi di tanah air, bagi pembedayaan peserta didik / warga belajar serta kemanfaatannya bagi kemajuan bangsa Indonesia.


H. KODE ETIK PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Ciri utama dalam profesi Teknologi Pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai, serta pengabdian yang terus menerus. Tujuan kode etik ini secara umum adalah :
1. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik
2. Melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara
3. Melindungi dan membina diri serta sejawat profesi dan
4. Mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan.


BAB III
KESIMPULAN

Profesi Teknologi merupakan profesi yang memihak, yaitu memihak pada kepentingan si belajar, agar mereka memperoleh kemudahan untuk belajar. Penerapan teknologi pendidikan pasti mempengaruhi komponen-komponen lain dalam sistem pendidikan. Pengaruh ini pada gilirannya akan membawa akibat terhadap kelembagaan, dan tanggung jawab pendidikan. Seterusnya akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan tersedianya tenaga terdidik dan terlatih dalam bidang Teknologi Pendidikan dan adanya organisasi profesi, maka secara konseptual akan terjamin usaha penerapan teknologi pendidikan dalam lembaga - lembaga yang menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran.

Pembangunan sistem pendidikan di Indonesia hanya mungkin dapat terlaksana sesuai dengan harapan jika dipahami arti penting Teknologi pendidikan, sehingga peran dan potensinya dapat diwujudkan secara optimal.

sumber :
http://bernaldytep.wordpress.com/
http://www.lafreesoft.co.cc/
http://harmadi-derasid.blogspot.com/

KEPRIBADIAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Berbicara mengenai pendidikan dinegeri ini memang tidak akan pernah ada habisnya.Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara. sudahkan pendidikan kita sesuai dengan isi UU terebut? jawabannya tentulah belum.
Kondisi pendidikan kita saat ini begitu menyedihkan. ada banyak hal yang harus dibenahi dalam pendidikan kita ini, mengingat pendidikan adalah investasi masa depan bangsa dan pengaruh dinamis terhadap perkembangan jasmani dan rohani atau kejiwaan anak bangsa kita , dimana mereka dididik agar bisa meneruskan gerak langkah kehidupan bangsa ini agar menjadi bangsa yang maju, berpendidikan dan bermoral. ini tentunya akan menjadi tugas dan tanggung jawab banyak pihak , orang tua, para pendidik (sekolah), masyarakat dan juga pemerintah. kewajiban kita untuk mengembalikan kondisi pendidikan kita ini agar menjadi pendidikan yang terbaik, bermutu serta cerdas dalam IPTEK dan IMTAQ. pendidikan yang bertujuan untuk membentuk generasi muda menjadi manusia haruslah menyangkut unsur-unsur spiritual, moralitas, sosialitas dan rasionalita, tidak hanya menekankan segi pengetahuan saja (kognitif)tetapi harus menekankan segi emosi, rohani dan hidup bersama. begitu juga dengan Ujian Nasional yang pemerintah canangkan sebagai bentuk penilaian terhadap hasil belajar siswa. kegiatan ini hendaknya tidak hanya sekedar menguji akan kemampuan siwa dalam hal lmu pengetahuan, akan tetapi juga menguji akan kemmpuan siswa dalam kerohaniannya. sesuai dengan tujuan dalam UU bahwa peserta didik hendaknya memiliki kekuatan spiritual keagamaan.
Peserta terbunuhnya praja IPDN akibat pemukulan yang dilakukan seniornya telah mencoreng muka dunia pendidikan di indoneia. praja yang dididik untuk menjadi pengayom masyarakat malah menjadi pembunuh yang berdarah dingin. peristiwa IPDN tersebut merupakan salah satu dari bentuk penerapan sistem pendidikan yang sangat buruk. agar sistem pendidikan itu baik harulah memenuhi unsur-unur seperti yang tercantum diatas, tak lupa harus disertai dengan pengaturan internal pendidikan itu sendiri yaitu adanya penentuan kurikulum. kurikulum ini terkait dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai , artinya kurikulum yang menggambarkan kualitas lulusan yang akan dihasilkan, agar tercipta proses yang handal dalam rangka menghasilkan output yang memiliki mutu tinggi, berkepribadian baik, islami dan sesuai dengan harapan UU No.20/2003 diatas.wallahu a’lam.




www.duniapendidikan.wordpress.com

KONTRIBUSI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN Oleh Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.

Pendahuluan
Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya, makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang lalu Menteri Pendidikan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang penididikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan kebijakan sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.
Apa yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini. Mungkin dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi berlaku sekarang. Di kalangan akademik masih ada yang mempertanyakan apa sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di Amerika Serikat saja yang ada adalah istilah Instructional Design, Development and Evaluation (IDDE di Syracuse University, Instructional System Technology (IST di Indiana University), bahkan organisasi profesi yang ada adalah AECT (Association for Educational and Communications and Technology).
Mereka yang tidak tajam kemampuan analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif seperti dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur teknologi pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat hasil akhir suatu produk atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat mengetahui apa saja unsur yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu dihasilkan serta bagaimana produk tersebut berfungsi dalam sistem.
Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi maupun akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif untuk menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi pendidikan sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh masyarakat luas.
Dalam makalah ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai disiplin keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam pembangunan pendidikan.
Disiplin Keilmuan Teknologi Pendidikan
Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
• proses yang meningkatkan nilai tambah;
• produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan kinerja;
• struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu, tempe, daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci, kompor dsb. untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri merupakan komponen dari sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat dsb.
Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara bagaimana saja. Gambar berikut menunjukkan obyek formal tersebut.

Gambar 1 : Obyek Formal teknologi Pendidikan
Sedang gejala yang memerlukan penggarapan terhadap obyek formal tersebut adalah :
1. Adanya sejumlah besar orang yang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri
2. Adanya berbagai sumber belajar baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
3. Diperlukan adanya suatu usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
4. Diperlukan adanya pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien dan selaras.
Usaha khusus yang terarah dan terencana bukan sekedar menambah apa yang kurang, menambal apa yang berlubang, dan menjahit apa yang sobek. Menurut Banathy bukan hanya “doing more of the same”, ataupun “doing it better of the same”, melainkan “doing it differently” yaitu merupakan upaya untuk menjamin hasil yang diharapkan (Banathy,1991). Pendekatan yang berbeda itu adalah pendekatan yang memenuhi lima persyaratan, yaitu :
1. Pendekatan isomeristik, yaitu yang menggabungkan berbagai kajian/bidang keilmuan (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik dsb.) ke dalam suatu kesatuan tersendiri;
2. Pendekatan sistematik , yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan;
3. Pendekatan sinergistik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri, dan
4. Sistemik, yaitu pengkajian secara menyeluruh
5. Inovatif, yaitu mencari dan mengembangkan solusi yang baru
Usaha khusus dengan pendekatan inilah yang merupakan azas epistemologi teknologi pendidikan.
Azas manfaat atau aksiologi dari teknologi pendidikan dapat dinyatakan dengan kutipan pendapat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef dalam Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan di Yogyakarta pada tahun 1982 sebagai berikut :
“Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan real yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu (i) tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar; (ii) keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain, penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan; (iii) penyempurnaan system pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan jaman dan kebutuhan pembangunan; (iv) peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan; (v) penyempurnaan pelaksanaan interaksi antara pendidikan dan pembangunan di mana manusia dijadikan pusat perhatian pendidikan.”
Pernyataan kebijakan tersebut pada saat ini telah terwujutkan, baik sebagai konsep maupun sebagai bentuk atau pola pelembagaan pendidikan. Konsep tersebut bahkan telah dikukuhkan dengan ketentuan perundangan dan peraturan. Paling tidak ada lima konsep dalam teknologi pendidikan yang telah terintegrasi dalam sistem pendidikan dan tertuang dalam Undang-undang Sisdiknas dan turunannya. Ke lima konsep itu adalah : 1) pembelajaran yang berfokus pada peserta didik; 2) sumber belajar yang beraneka; 3) pendekatan dari bawah (bottom-up approaches) dalam mengelola kegiatan belajar dan implikasinya dalam satuan pendidikan; 4) sistem pendidikan terbuka dan multi makna; dan 5) pendidikan jarak jauh.
Namun perlu diperhatikan bahwa pembenaran secara falsafi, harus pula dilengkapi dengan pembenaran ilmiah. Pembenaran ilmiah dilakukan dengan melalui tiga kategori pendekatan yang berakar pada filsafat ilmu. Ke tiga pendekatan itu adalah pengembangan, penelitian, dan penilaian yang diperlukan untuk menghasilkan teori, model, sistem, pembuktian, program aksi, dan kebijakan. Kebenaran ilmiah dalam disiplin teknologi pendidikan telah dan sedang dilakukan untuk mengembangkan model, produk dan sistem, pengujian berbagai strategi dan media pembelajaran, serta berbagai penilaian seperti penelusuran kebutuhan, penilaian efektivitas tindakan dsb.
Perlu disadari bahwa semua bentuk teknologi, termasuk teknologi pendidikan, adalah sistem yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Oleh karena itu teknologi itu pada hakekatnya adalah tidak bebas nilai, karena terkandung adanya aturan etik dan estetika dalam penciptaa dan penggunaannya. Namun ada orang-orang tertentu yang menyalahgunakan makna dan/atau penggunaannya, dengan menganggap teknologi itu value-free atau empty of meaning.
Bertolak dari landasan filsafat dan pembenaran ilmiah tersebut di atas, teknologi pendidikan di definisikan sebagai teori dan praktek dalam merancang mengemangkan, menerapkan, mengelola, menilai dan meneliti proses, sumber dan sistem belajar. Definisi ini merupakan adaptasi dari definisi yang dirumuskan oleh Seels dan Richey (1994, h. 10).

Profesi Teknologi Pendidikan
Setiap profesi paling sedikit harus memenuhi lima syarat. Pertama adalah pendidikan dan pelatihan yang memadai, kedua adanya komitmen terhadap tugas profesionalnya, ketiga adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, keempat adanya standar etik yang harus dipatuhi, dan kelima adanya lapangan pengabdian yang khas.
Pendidikan dan pelatihan dalam teknologi pendidikan telah dimulai pada tahun 1972, berupa latihan untuk pengembangan bahan ajar melalui radio. Pada tahun 1974 mulai diberikan matakuliah teknologi pendidikan di IKP Jakarta, dan pada tahun 1976 dibuka pendidikan akademik jenjang Sarjana dalam program Teknologi Pendidikan melalui kerjasama antara Tim Penyelenggara Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan (embrio Pustekkom) dengan IKIP Jakarta. Dua tahun kemudian pada tahun 1978 dibuka pendidikan jenjang Magister dan Doktor Teknologi Pendidikan di IKIP Jakarta. Program pendidikan tersebut merupakan bagian integral dari Proyek Pengembangan Teknologi Komunikasi Untuk Pendidikan yang sekaligus bertujuan untuk membentuk suatu lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinasikan pengembangan teknologi pendidikan di Indonesia.
Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia dtuntut untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak kepada kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar agar potensi dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini juga tidak bebas nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta berwawasan ke masa depan. Pada tahun 1987 didirikan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang mempunyai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik. Dalam kode etik tersebut dicantumkan kewenangan dan kewajiban, yang antara lain kewajiban untuk selalu mengikuti perkembangan IKTEK dan lingkungan. Kecuali itu juga dirumuskan tanggung jawab profesi kepada perorangan, masyarakat, rekan sejawat dan orgainisasi.
Profesi teknologi pendidikan, sebagaimana halnya semua profesi yang baru, menghadapi tantangan yang inheren. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah pengakuan atas profesi teknologi pendidikan. Yang saya prihatinkan adalah bahwa pengakuan profesi tersebut selalu dikaitkan dengan jabatan fungsional sebagai pegawai negeri. Padahal pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada prinsipnya tidak mendidik calon pegawai negeri, melainkan mereka yang mampu mengabdi dan berkarya untuk mengatasi masalah belajar dimana saja. Jadi terpaksa kita harus mengikuti pengakuan pprofesi sebagai jabatan fungsional pegawai negeri. Usul pengakuan jabatan fungsional tersebut telah diajukan sejak tahun 1985 melalui Pustekkom Diknas (sewaktu masih dikenal dengan Pusat TKPK). Upaya itu digalakkan lagi dengan lahirnya organisasi profesi pada tahun 1987, dan berikutnya dengan ditetapkannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan selanjutnya Undang-undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan UU tersebut dimungkinkan adanya jabatan pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik termasuk guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai kekhususan. Sementara pada kategori tenaga kependidikan dimungkinkan adanya jabatan pamong belajar, peneliti, pengembang dan teknisi sumber belajar. Proposal berupa Naskah Akademik dan Draft Keputusan Menpan Tentang Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan dan Teknisi Sumber Belajar, kita ajukan lagi sesuai dengan perundangan terbaru tersebut kepada Menpan, namun sementara ini semua usulan mengenai jabatan fungsional ditangguhkan, karena adanya niat untuk mengurangi jumlah pegawai negeri.
Tugas pokok profesi teknologi pendidikan berdasarkan versi usulan tahun 1985 yang diperbaharui tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan bidang studi dan kawasan teknologi pendidikan
2. Perancangan sistem pembelajaran
3. Produksi media pendidikan
4. Penyediaan sarana dan prasarana belajar
5. Pemilihan dan penilaian komponen sistem pembelajaran
6. Penerapan/pemanfaatan sumberdaya belajar
7. Penyebaran konsep dan temuan teknologi pendidikan
8. Pengelolaan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya belajar
9. Perumusan bahan kebijakan teknologi pendidikan
Sementara menunggu pengakuan de jure tersebut, sekarang ini mereka dengan profesi teknologi pendidikan telah mengabdikan dirinya sebagai pengelola, perencana, pengembang, pembuat, penilai, dan pengguna sistem dan komponen pembelajaran di Departemen/Lembaga Negara, Angkatan Bersenjata, Perguruan Tinggi, Lembaga Diklat, Lembaga Media (seperti TVRI, RRI, TPI, RCTI, SCTV dan "production houses"), satuan pendidikan luar sekolah, berwirausaha dalam pelatihan, serta berwiraswasta dalam produksi media dan sarana pendidikan.
Usaha memperoleh pengakuan profesi tersebut memperoleh alternatif jalan keluar dengan ditetapkannya Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Melalui Kantor Menristek sudah diproses Keputusan Presiden RI tentang jabatan Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa dalam berbagai bidang, yang memungkinkan pengakuan profesi Teknolog Pendidikan sebagai salah satu bentuk jabatan fungsional dengan sebutan Perekayasa Pendidikan/Pembelajaran.
Arah perkembangan kompetensi profesi tersebut kemudian perlu dijabarkan secara operasional dalam bentuk kurikulum. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 38 ayat (3) dan (4) UUSPN No. 20 Tahun 2003 mengenai pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, perlu digunakan standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Namun karena Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005 tidak mengatur standar nasional untuk jenjang pendidikan tinggi, maka yang perlu kita jadikan acuan adalah Keputusan Menteri pendidikan Nasional R.I. Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002. Kecuali itu perlu pula diperhatikan ketentuan perundangan yang terakhir yaitu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Berdasarkan Kepmen tersebut kurikulum inti program sarjana meliputi MPK (Matakuliah Pengembangan Kepribadian), MKK (Matakuliah Kompetensi Keilmuan), MKB (Matakuliah Kompetensi Berkarya), MPB (Matakuliah Perilaku Berkarya). Dan MBB (Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat). Konsep kompetensi tersebut dirumuskan lebih lanjut seperti tercantum dalam Lampiran. Berbagai matakuliah perlu dijabarkan dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi, pengadaan pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal, kurikulum setiap program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan dinamika pembangunan, meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Pada awal diselenggarakannya, program studi teknologi pendidikan di IKIP Jakarta pada jenjang S1, S2 dan S3 adalah merupakan program studi yang berkesinambungan searah. Hal ini merupakan kesepakatan bersama dengan Pusat TKPK dalam rangka bantuan USAID. Hubungan kesinambungan itu terputus dengan berakhirnya proyek pada tahun 1984 dan dilaksanakannya keputusan Konsorsium Ilmu Pendidikan tentang Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Pendidikan (th.1981), khususnya Buku V yang mengatur program pasca sarjana. Berdasarkan pedoman tersebut maka S2 TP mempunyai misi untuk meningkatkan mutu staf pengajar jenjang S0 dan S1, sedang misi S3 adalah sebagai pusat penelitian untuk pengembangan ilmu kependidikan.
Serangkaian Peraturan dan Keputusan telah menyebabkan perubahan misi, struktur, kurikulum dan penyelenggaraan program studi teknologi pendidikan, baik pada jenjang S1, S2 maupun S3, hingga sekarang. Kurikulum S1 sudah diperbaharui pada tahun 2004. Sekarang kita perlu menelaah kembali misi, struktur, kurikulum dan penyelenggaraan program studi Teknologi Pendidikan pada Program Pasca Sarjana. Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning” (bukan “teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka sudah sepantasnya kalau program Teknologi Pendidikan pada program Sarjana dan Pasca Sarjana tidak lagi dikelola secara terpisah, dan untuk itu dikuasakan pengelolaannya kepada jurusan (khususnya program) Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan. Dengan demikian maka visi, misi dan tujuannyapun tidak dapat terlepas satu sama lain. Rumusan visi, misi dan tujuan itu harus didasarkan pada konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Kurikulum program studi Teknologi Pendidikan telah mengalami serangkaian perubahan. Kurikulum tersebut perlu dikembangkan dengan ketentuan : 1) memenuhi standar minimum keilmuan & keahlian yang ditentukan oleh Pemerintah; 2) kebutuhan dan kecenderungan pembangunan; 3) keinginan dan harapan dari para pemakai lulusan; 4) azas kesinambungan keahlian professional; 5) kondisi kelembagaan; dan 6) keterlibatan dan partisipasi para lulusan.
Dengan pertimbangan ketentuan tersebut khususnya butir # 2 ,3 dan 6 kurikulum S1 TP telah dikembangkan dengan memberi kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengambil keahlian khusus (sebesar 36 SKS) dalam tiga bidang, yaitu : Pengembang Media, Pengelola Sistem Pembelajaran, dan Pengembang Teknologi Kinerja. Kurikulum S2 dan S3 dalam periode 1979 dan 1994 juga memberi kesempatan matakuliah keahlian pilihan meskipun hanya tiga-enam (3-6) SKS.
Jurusan Teknologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, dengan para pakar Teknologi Pendidikan dan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia, telah berprakarsa untuk memberikan masukan untuk pengembangan kurikulum pascasarjana dengan mempertimbangkan kesinambungannya dengan kurikulum sarjana. Konstruk kesinambungan kurikulum tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Kedalaman


S 3



S 2


S 1 dan S 0



Keluasan

Gambar 2 : Kesinambungan Kurikulum S1, S2 dan S3 Teknologi Pendidikan

Dengan bertolak pada konsep teknologi pendidikan yang meliputi empat komponen (riset dan teori; kegiatan perancangan, pengembangan, penggunaan, pengelolan, penilaian dan peleitian; proses, sumber dan sistem; dan belajar) maka saya berpendapat bahwa semua komponen tersebut perlu dikaji dan dipelajari pada setiap jenjang, namun dengan keluasan dan kedalaman yang berbeda. Misalnya “riset” perlu diberikan di S1 agar mampu melakukan penalaran ilmiah dasar, sedangkan di S3 untuk penalaran tingkat tinggi sampai mengujia atau bahkan menemukan teori. Kecuali itu kegiatan yang perlu dikuasai oleh semua jenjang meliputi : Perancangan, Peng-embangan, Pemanfaatan. Pengelolaan,Penilaian, dan Penelitian Proses, Sumber dan Sistem Belajar dan Pembelajaran dengan keluasan dan kedalaman yang berbeda.
Mengenai lapangan pengabdian Teknolog Pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 3 : Lapangan Pengabdian Teknolog Pendidikan

Akademisi Teknologi Pendidikan adalah mereka yang memperoleh pendidikan keahlian pada jenjang S1, S2 dan S3 dalam program keahlian Teknologi Pendidikan.. Praktisi adalah mereka yang menguasai keterampilan, baik karena belajar mandiri, mengikuti kursus, pemagangan, pelatihan dll. tanpa perlu ijazah dalam salah satu atau lebih aspek teknologi pendidikan, dengan derajat mampu, mahir dan ahli. Ketarmpilan praktisi juga tidak perlu didukung dengan teoori, konsep dan/atau hasil-hasil penelitian. Berbeda dengan akademisi yang harus mengikuti program pendidikan khusus dan jangka waktu yang relatif panjang, serta mengikuti ketentuan kurikulum tertentu.
Latar pengabdian Teknolog Pendidikan dapat dalam lingkungan pribadi, keluarga, masyarakat, kursus, tempat ibadah dll. dimana ada keperluan belajar. Sedangkan produk pengabdian profesi dapat berupa media, sumber belajar lain,strategi & teknik belajar dan pembelajaran s/d rumusan kebijakan yang berkaitan dengan masalah belajar.

Bidang Garapan Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar – belajar lebih efektif, lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi teknolog pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu dipecahkan. Dalam Gambar 3 tentang Lapangan Pengabdian Teknolog Pendidikan, masalah belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan masyarakat, pada lingkungan tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal, lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga media (surat kabar, radio, televisi, telematika dsb.).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14) berpendapat bahwa awal muasal penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad 600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik, dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik. Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat revolusi, yaitu pertama diserahkannya pendidikan anak dari orantua atau keluarga kepada guru; kedua guru yang dierahi tanggung jawab mendidik melakukannya secara verbal dan unjuk kerja; ketiga dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan keempat dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama media komunikasi. Sekarang ini mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya teknologi informasi yang serba digital.
Dalam lingkup pendidikan formal, sejarah teknologi pendidikan dapat diruntut dari Kommensky (Johann Amos Comenius) dengan bukunya Orbis Sensualium Pictus dan The Great Didactic (terjemahan dalam bahasa Inggris), dimana digunakan ilustrasi atau gambar untuk menjelaskan konsep yang abstrak (Thompson,1963,h.42). Dalam lingkungan pendidikan sekolah di Indoensia dulu juga dikenal istilah didaktik dan metodik. Bahkan di IKIP Jakarta (sekarang UNJ) jurusan Teknologi Pendidikan dibuka dan dikembangkan sebagai penggabungan Juruan Pendidikan Umum dan Jurusan Didaktik Metodik pada tahun 1976.
Praktisi teknologi pendidikan seperti digambarkan pada Gambar 3, dapat merupakan guru yang menerapkan strategi pembelajarn dengan pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Intaraktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) sesuai dengan tuntutan dalam pembaharuan pendidikan. Guru tersebut mungkin memperoleh keterampilan pembelajaran setelah mengikuti program Akta Mengajar, atau mengikuti penataran, atau magang, atau pelatihan khusus yang dilaksanakan oleh yang berwewe-nang. Praktisi tersebut mungkin pula seorang yang mempunyai hobi elektronik, kemudian belajar sendiri bagaimana membuat rekaman pembelajaran berupa PBK (pembelajaran berbantuan komputer), atau rekaman video permainan yang mendidik.
Masalah belajar itu dialami oleh siapa saja sepanjang hidupnya, dimana-mana : di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah, dan di masyarakat, serta berlangsung dengan cara apa saja dan dari apa dan siapa saja. Berkembangnya teknologi pendidikan itu tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Mengingat bahwa obyek teknologi pendidikan adalah belajar (pada manusia) maka ada usaha untuk menggantikan istilah “teknologi pendidikan” dengan “teknologi pembelajaran”. Namun menurut pendapat saya karena pembelajaran tidak dapat dilakukan pada anak usia dini (PAUD maupun TK), sedangkan belajar sepanjang hayat meliputi mereka itu, maka saya cenderung tetap memakai istilah ”teknologi pendidikan”.
Kontribusi Teknologi Pendidikan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kontribusi teknologi pendidikan dalam pembangunan pendidikan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaiitu konsep, tenaga profesi dan kegiatan. Dalam pembahasan tentang azas manfaat teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan telah dikemukakan bahwa teknologi pendidikan telah menyumbangkan sedikitnya lima konsep dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional. Istilah dan konsep “pembelajaran” telah diciptakan dan digunakan dalam kalangan teknologi pendidikan sejak tahun 1978. Istilah itu pada awalnya dihiraukan bahkan dicibirkan oleh banyak kalangan pendidikan lain. Namun dalam UU Sisdiknas 2003, istilah dan konsep tersebut dikukuhkan sebagai keharusan dalam proses pendidikan. Pengertian “pembelajaran” dalam UU Sisdiknas adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dalam lingkungan belajar”. Sedangkan dalam konsep teknologi pendidikan, saya mendefinisikannya sebagai “proses sistematik dan sistemik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang agar orang lain dapat secara aktif belajar sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan.”
Penggunaan istilah “pembelajaran” bukan sekedar penggantian istilah “pengajaran”. Berdasarkan Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfomasikan pengetahuan bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya. Sedangkan visi teknologi pendidikan yang saya rumuskan pada tahun 1987 telah terfokus kepada kepentingan peserta didik dengan rumusan “terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap orang berkembang potensinya secara optimal, dengan dikembangkan dan dimanfaatkannya berbagai strategi dan sumber belajar”. Fokus kepada pemelajar tersebut telah merupakan kepedulian dalam kalangan teknologi pendidikan, dan dituangkan sebagai perubahan paradigma teknologi pendidikan yang ketiga pada tahun 1977 (AECT,1977).
Penetapan standar proses sebagai salah satu standar nasional pendidikan, dapat dikatakan merupakan implementasi dari konsep teknologi pendidikan sebagai proses untuk memperoleh nilai tambah. Langkah-langkah dalam standar proses yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan juga identik dengan proses pembelajaran dalam konsep teknologi pendidikan. Demikian pula istilah dan konsep tentang sumber belajar, pendidikan terbuka dan multi makna, manajemen berbasis sekolah (yang merupakan pendekatan bottom-up), dan pendidikan jarak jauh, saya yakin merupakan kontribusi dari konsep teknologi pendidikan.
Kontribusi berupa tenaga profesi, baik akademisi maupun praktisi, dalam pembangunanpendidikan tidak diragukan lagi. Para profesi tersebut pada saat ini telah menyebar di dalam maupun ke luar lingkungan pendidikan, yaitu pada lembaga pelatihan, lembaga pemerintahan, dan lembaga masyarakat, lembaga media massa (radio, televisi dan surat kabar), serta lembaga atau organisasi bisnis dan industri yang berniat menjadi organisasi belajar. Mereka berkarya dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan belajar dan biasanya bekerja dalam satuan regu dengan aneka tugas, seperti perancang pembelajaran, artis grafis, ahli media, ahli evaluasi, pemrogram komputer, dan lain sebagainya. Para gurupun sebagian telah menjadi praktisi teknologi pendidikan, yaitu dengan menerapkan kawasan pemanfaatan dalam konsep teknologi pendidikan.
Lembaga penyelenggara pendidikan profesi teknologi pendidikan sekarang ini ada di mana-mana, dan telah berkembang sebagai suatu jaringan. Penyelenggaraan program akademik sekarang ini telah tersebar sedikitnya di 37 perguruan tinggi negeri maupun swasta, delapan di antaranya menyelenggarakan pendidikan hingga jenjang Magister, dan tiga pada jenjang Doktor.
Kontribusi yang berupa kegiatan, terwujud dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai pola pendidikan dan pembelajaran. Program aplikasi teknologi pendidikan secara nasional yang pada awal perkembangan semula dikoordinasikan oleh Pustekkom, sekarang ini telah menyebar, dan bahkan dapat dikatakan telah mulai melembaga. Hal ini terjadi karena telah banyaknya tenaga yang terdidik dalam bidang teknologi pendidikan dan banyaknya kegiatan penerapan teknologi pendidikan yang terintegrasi (imbedded) dalam kegiatan pendidikan atau pembelajaran. Program-program tersebut mempunyai skala dan tujuan yang berbeda-beda, seperti sistem belajar di rumah (home-schooling), SLTP/MTs Terbuka, SMU Terbuka, KEJAR Paket A, B, dan C, televisi pendidikan (serial pertama tentang pendidikan karakter, ACI = Aku Cinta Indonesia), TV Edukasi, penataran guru melalui siaran radio pendidikan, penggunaan berbagai strategi dan sumber belajar di sekolah maupun lembaga pelatihan, Universitas Terbuka, dll. Keseluruhan kegiatan ini sudah merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan.

Purnakata
Pendidikan merupakan kepedulian semua orang, sehingga ada kecenderungan pendapat bahwa oleh karena itu semua orang dengan sendirinya mengetahui dan memahami pendidikan. Contohnya adalah kenyataan bahwa orang-orang dengan latar pendidikan apa saja dapat memegang jabatan fungsional dalam bidang pendidikan. Ilmu pendidikan telah berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan dan disiplin keilmuannya sendiri. Salah satu wujut perkembangan itu adalah adanya disiplin keilmuan khusus teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai bagian integral dalam pendidikan, baik sebagai ilmu, bidang garapan dan profesi.
Teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan, profesi dan bidang garapan telah memberikan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan. Namun kontribusi tersebut hanya akan berkembang dengan adanya komitmen sungguh-sungguh dari para teknolog pendidikan. Pengakuan profesi dalam jabatan fungsional di lingkungan pendidikan atau perekayasaan, bukan merupakan hal yang utama, karena lembaga pendidikan profesi teknologi pendidikan tidak diarahkan untuk mempersiapkan calon pegawai negeri, melainkan mereka yang peduli untuk mengatasi masalah belajar dalam berbagai latar dengan berbagai produk.
Hal-hal yang lebih penting dilakukan adalah menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan melalui berbagai kegiatan seperti penerbitan, penelitian, pengembangan berbagai produk untuk belajar, seminar, lokakarya, pelatihan dll. Besar harapan saya dalam pertemuan ini dapat dirumuskan tindakan bersama untuk menjustifikasi keberadaan teknologi pendidikan serta untuk meningkatkan kinerja lembaga maupun perorangan.